Jumat, 12 Februari 2010

MENJELANG KEMERDEKAAN INDONESIA : PERJUANGAN ANTI BELANDA DI AUSTRALIA 1942 - 1949 (1)

Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak sebatas manuver gerilya di Nusantara dan diplomasi lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Sepanjang Perang Pasifik Maret 1942 - hingga Pengakuan Kedaulatan tahun 1949, masyarakat Indonesia, Australia, dan bangsa-bangsa Asia bergerak aktif menentang Belanda di benua Kangguru Australia.
Berawal dari kedatangan sekitar 10.000 orang Indonesia yang mengungsi ke Australia menyusul jatuhnya Hindia - Belanda bulan Maret 1942, dimulailah "Bulan Madu" hubungan Indonesia-Australia. Tidak hanya mendukung upaya Sekutu mengalahkan Jepang, rombongan tersebut membawa semangat kemerdekaan dan disambut baik publik Australia.
Dalam buku Australia dan Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia karya Martin O' Hare dan Anthony Reid disebutkan, rombongan tersebut mencakup pelbagai golongan. Anggota Raad Van Indie ( Dewan Hindia ), prajurit KNIL (Koninkrijk Nederlandsch Indisch Leger), pelaut angkatan laut Belanda (Zeemacht), penerbang militer diantaranya Halim Perdana Kusumah, pelaut maskapai Belanda KPM (Koninkrik Paketvaart Maatschapij) merupakan kelompok pertama yang hadir di Australia
Tidak ketinggalan pada Juni 1943 sebanyak 300 Digulis-tahanan politik Pemerintah Kolonial Belanda beserta keluarganya diungsikan dari Digul di tanah Papua ke Australia. Di Australia, Belanda langsung Mengambil ancang-ancang menduduki kembali Indonesia semasa Perang Pasifik dengan menunjuk Hubert J Van Mook sebagai Letnan Gubernur Jendral menggantikan Ch O Van Der Plas, sekaligus memimpin Nederlansch Indies Civil Administration (NICA) di Brisbane.
Pelbagai asosiasi persahabatan Indonesia-Australia muncul seturut kehadiran puluhan ribu orang Indonesia di Australia. Terjadi kawin campur antara pendatang Indonesia dan warga Australia.Salah satunya diantaranya adalah pernikahan Julius Tahija dan istrinya Jeanne. Tahija kelak menjadi satu-satunya petinggi perusahaan Caltex yang bukan berkulit putih di masa kemerdekaan Indonesia. Simpati tumbuh terhadap orang-orang Indonesia, terlebih masyarakat Australia yang pernah menjadi koloni menyaksikan langsung sikap angkuh aparat Belanda di Australia dalam menghadapi masyarakat Indonesia di Benua Kangguru. Di saat itu, para aktivis kiri dari Indonesia langsung bergandengan tangan dengan kelompok kiri di Australia.
Tokoh politik di Indonesia dan sejumlah tawanan Digulis membuka jaringan di Australia. Beberapa tokoh penting adalah Sardjono (Ketua PKI dalam Pemberontakan 1926) ; Jamaludin Tamin, tangan kanan Tan Malaka ; Haryono, tokoh gerakan buruh ; Mohammad Bondan, seorang pimpinan PNI Baru ; Moehammad Hatta serta Soetan Syahrir yang pernah diasingkan ke Digul tahun 1934. Soetan Syahrir-pun memberi komentar : "Australia Lebih Mengerti Tentang Bangsa Indonesia dan Perjuangannya"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar