Kamis, 30 September 2010

DIBALIK PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI 1945 : NASKAH BERSEJARAH ITU TAK PERNAH DISIMPAN (2)

Namun, naskah singkat yang dibacakan Soekarno, dan terkenal hingga saat ini, bukanlah naskah proklamasi yang disiapkan oleh BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) atau Dokuritsu Junbi Cosakai, yang kemudian berganti nama menjadi PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Linkai. Teks Proklamasi tersebut telah ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1945 (Piagam Jakarta atau Jakarta Charter).
Namun, teks 22 Juni 1945 tersebut belakangan lebih dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta. Jika akhirnya Piagam Jakarta tersebut yang dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia akan memiliki lebih banyak Proklamator.
Alasannya, teks Proklamasi alias Piagam Jakarta itu ditandatangani Soekarno, Moehammad Hatta, Achmad Soebardjo, Soekarni, dan Sajuti Melik. Nama terakhir adalah adalah tokoh pemuda yang mengetik naskah konsep Proklamasi yang ditandatangani Soekar-Hatta dan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Deklarasi kemerdekaan Indonesia sendiri hampir saja gagal dilaksanakan. Alasannya, pada tanggan 17 Agustus 1945 pukul 08.00 pagi ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya. Dia terkena gejala Malaria Tertiana, suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah Proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
"Pating greges," keluh Bung Karno setelah dibangunkan dr. Soeharto, dokter kesayangannya, sebagaimana diceritakan Sejarawan Iwan Satyanegara. Kemudian darahnya dialiri Chinineurethan Intramusculair dan menenggak pil Brom Chinine. Kemudian Bung Karno tidur lagi.
Sejam kemudian, atau sekitar pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. "Demikianlah saudara-saudara ! Kita sekalian telah merdeka !", ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati.
Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya dan melanjutkan istirahatya karena masih meriang/sakit.