Rabu, 23 Juni 2010

PERJUANGAN AWAL, PARA WALI DI JAWA (8)

Setelah Jaka Tingkir menjadi Raja Pajang dengan gelar Hadiwijaya, ajaran Manunggaling Kawula Gusti dijadikan agama resmi kerajaan. Ketika seorang raja yang suka bertapa muncul di Mataram, yaitu Panembahan Senapati, lebih-lebih pada jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo ajaran itu berkembang pesat. Sultan Agung mengarang buku 'Sastra Gending' yang berisi ajaran Manunggaling Kawula Gusti. Penggantinya, yaitu Amangkurat I merasa dirinya Allah sehingga ia memerintah sesuka hatinya bahkan bekerjasama dengan Belanda yang menjadi musuh ayahnya. Pangeran Alit, adik kandungnya sendiri, Bupati Cakraningrat I dari Madura, dan 43 selir Amangkurat I dibunuh tanpa penyelidikan akan kesalahan apa yang diperbuatnya, gara-gara dituduh meracun selir kesayangannya Ratu Malang. Juga keluarga Pangeran Pekik dibunuhnya pula. Sebanyak 6000 ulama ahli Sunni murid-murid Sunan Giri Kedhaton dibantai di alun-alun dihadapan Amangkurat I. Mereka dituduh menimbulkan keresahan pada masyarakat karena tidak sepaham dengannya. Apakah itu balas dendam Sidi Jinnar ??? (Babad Tanah Jawa)
Pernah terjadi di jaman kemerdekaan (1965 ?), satu group kethoprak merekam dan menyebarkan kaset berjudul Siti Jenar, dengan dialog-dialog yang jelas antipati kepada para Walisanga. Untung Kejaksaan Agung RI melarang peredaran kaset yang menghebohkan itu.
Kesimpulan dari tulisan-tulisan diatas adalah :
  1. Perjuangan para Walisanga dalam mensiarkan agama Islam di Jawa ternyata penuh tantangan dan permasalahan, tetapi semua dilaksanakan dengan dasar kebijaksanaan, musyawarah (ramah-tamah), dialog (tukar pikiran) dalam muker Walisanga
  2. Perbedaan pendapat bukan menjadi halangan/pertentangan tetapi bahkan sebagai keseimbangan, saling asah-asuh-asih, saling koreksi, dan mengingatkan, mendorong demi kesatuan dan persatuan
  3. Prinsip pokok syiar agama Islam dilaksanakan dengan damai, menghormati jasa penguasa yang berjasa memberikan kesempatan syiar agama Islam walaupun berbeda agama (Majapahit)
  4. Tragedi Siti Jenar mengungatkan kita untuk berhati-hati dalam memahami ajaran Manunggaling Kawula Gusti, yang sampai sekarang masih berkembang dan diminati, bahkan dipelajari secara ilmiah
  5. Sampai sekarang umat banyak sekali yang menziarahi makam para Walisanga, baik Walisangan periode I - V. Mereka datang dari seluruh Indonesia, sebagai penghormatan atas jasa-jasanya mereka membukakan iman kita ke jalan yang lurus dan benar (Drs. Budiono Herusatoto, B.Sc)

Minggu, 06 Juni 2010

PERJUANGAN AWAL, PARA WALI DI JAWA (7)

Syekh Siti Jenar dan Ajarannya
Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang atau Syekh Sidi Jinnar. Sidi = tuan, Jinnar = orang yang kekuatannya seperti api. Konon Syekh ini berasal dari Persia.
Alkisah, saat Sunan Bonang sedang mewejang Sunan kalijaga ilmu tingkat tinggi yang sangat rahasia, yang tidak mungkin dipahami oleh orang awam, Sunan Bonang mengajak Sunan Kalijaga ke tempat yang jauh dan sepi, di tengah rawa-rawa di tepi pantai utara yang tidak pernah dijamah oleh manusia. Di tengah perjalanan ternyata perahu yang mereka naiki bocor, sehingga oleh Sunan Kalijaga ditambal dengan tanah liat. Saat Sunan Bonang berpesan mewanti-wanti kepada murid terpilihnya jangan sampai salah faham, karena bisa salah kedaden bila pemahamannya keliru. Kesalahan fatal memahami ilmu tersebut si murid bisa mengaku dirinya sebagai Allah. Saat mewejang Sunan kalijaga tersebut Sunan Bonang merasakan ada getaran sihir di perahu itu. Ternyata ada seseorang yang menyamar diri dengan ilmu sihir bersembunyi di dalam perahu tersebut. Sunang Bonang memeriksa tanah liat yang digunakan oleh Sunan kalijaga untuk menambal perahu yang bocor. Ternyata dalam tanah liat tersebut terdapat seekor cacing, dan cacing tersebut diambil dan berubah menjadi Syekh Sidi Jinnar yang belum dikenalnya. Setelah berkenalan Sidi Jinnar dinasehati bahwa "sihir dilarang dalam agama Islam". Dan Sidi Jinnar menjawab "mohon bimbingan", sehingga akhirnya Sidi Jinnar berguru kepada Sunan Bonang. Ia kemudian berguru pula kepada Sunan Ampel dan Sunan Giri, bahkan akhirnya diterima sebagai anggota Walisanga.
Sidi Jinnar membuka perguruan dan muridnyapun banyak pula, salah seorang diantaranya terkenal sebagai Ki Ageng Pengging, ayah Jaka Tingkir yang kemudian menjadi menantu Sultan Trenggana (Raja Kerajaan Islam demak), dan kemudian setelah Kerajaan demak hancur karena perebutan tahta antar keluarga, Jaka Tingkir merebut kekuasaan dan memindahkan kerajaan ke Pajang, dan bergelar Sultan Hadiwijaya.
Wejangan Sunan Bonang terhadap Sunan Kalijaga ternyata terbukti, yakni dengan menyimpangnya ajaran Sidi Jinnar dari ajaran Islam. Sidi Jinnar lama kelamaan meninggalkan Shalat berjama'ah bersama para wali di Masjid Demak, bahkan tidak melakukan Shalat sama sekali dan mengakui dirinya itu Allah.
Para Wali kemudian bersidang dipimpin oleh Sunan Giri sebagai Mufti atau pimpinan para ulama. Kemudian mengutus Santri Kodrat dan Santri Malang Sumirang untuk memanggil Sidi Jinnar di goa tempat Sidi Jinnar menyepi.
Ketika pesan panggilan ke Masjid Demak diutarakan, jawaban Sidi Jinnar dari dalam goa : "Sidi Jinnar tidak ada yang ada hanya Allah" Utusan kembalilah kepada para Wali.", teriaknya. Utusan-pun kembali ke Demak untuk melapor. dan makin kuat dugaan para wali bahwa Sidi Jinnar telah sesat, dan kedua santri Sunan Giri itu diutus kembali untuk memanggil Allah ke Demak. kali ini Sidi Jinnar menjawab : "Allah tidak ada yang ada Sidi Jinnar". Utusan kembali ke Masjid Demak melapor. Sunan Giri menyuruhnya kembali supaya Sidi Jinnar datang menghadap. Diskusipun berlangsung seru. "Gusti dan kawula itu sama. Allah adalah aku sendiri, tidak ada gunanya menjalankan syariat yang ada hanya hakekat. Allah dan Sidi Jinnar sudah bersatu, kalau Sidi Jinnar menyembah Allah, itu berarti Allah menyembah Allah" demikian Sidi Jinnar. "Itu ajaran sesat, persis ajaran Syeh Al Halaj yang berpaham wihdatul wujud, mengaku dirinya Tuhan Allah. Itu akan membahayakan ummat. Di Baghdad Syeh Al Halaj dihukum mati". Sidi Jinnar-pun dihukum mati. Namun Sunan Giri memberi innah satu tahun untuk memperbaiki diri. Setelah lewat satu tahun ternyata Sidi Jinnar tidak berubah, maka dilaksanakanlah hukuman mati itu oleh Sunan Kudus.
Murid-murid Sidi Jinnar adalah Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir, Pangeran Panggung, Ki Lontang Asmara yang ikut bela pati pada Sidi Jinnar. Konon setelah Sidi Jinnar dikuburkan, ia mengeluarkan ancaman kepada para wali : "Sidi Jinnar akan membalas tindakan para wali. Nanti, di jaman Mataram bila ada raja suka bertapa pada saat itulah dendam saya akan terlaksana"

Jumat, 04 Juni 2010

PERJUANGAN AWAL, PARA WALI DI JAWA (6)

Kelompok Santri Putihan dan Santri Abangan menunjukkan sikap demokratisnya ketika :
  1. Sunan Kalijaga menciptakan wayang, kesenian Jawa yang sangat disukai oleh rakyat, karena waktu itu pertunjukkan wayang sebagai alat untuk mendatangkan Hyang atau arwah nenek moyang. Gambar wayang Jawa kuno berbentuk gambar manusia seperti relief pada Candi Prambanan. Sunan Giri pemimpin santri putihan memerintahkan kepada Sunan Kalijaga untuk menciptakan bentuk wayang yang tidak mirip manusia karena dilarang menurut tuntunan Nabi. Wayang pertama ciptaan Sunan kalijaga adalah Gunungan. Kemudian ia menciptakan tokoh Bathara Guru, yang kemudian diberinya nama Girinata, kenang-kenangan bahwa Sunan Giri-lah yang menata alam dunia baru pewayangan, pergantian ke jaman Islam, dengan bentuk wayang purwo yang sekarang kita kenal.
  2. Pembukaan Masjid Demak, dimeriahkan dengan pagelaran Wayang Kulit/Purwo dengan dalang Sunan Kalijaga. Hal itupun hasil musyawarah dalam sidang para Walisanga, hasil diskusi kelompok Santri Putihan dan Santri Abangan.
Kebijaksanaan, ramah tamah, bertukar pikiran selalu menjadi pedoman dan tindakan para Walisanga.Menurut pakar sejarah Jawa dari Belanda Dr. H.J. De Graaf, pemerintahan Giri Kedhaton berlangsung selama 200 tahun, dimulai dari tahun 1470 Masehi, yaitu :
  1. Sunan Giri yang pertama atau Raden Paku
  2. Sunan Giri yang kedua atau Sunan Dalem
  3. Sunan Giri yang ketiga atau Sunan Sedamargi
  4. Sunan Giri yang keempat atau Sunan Giri Prapen
  5. Sunan Giru yang kelima atau Sunan Kawis Guwa
  6. Panembahan Ageng Giri
  7. Panembahan Mas Witana Sideng Rana, wafat tahun 1660 Masehi
  8. Pangeran Puspa (bukan keturunan Sunan Giri) yang diangkat oleh Sultan Amangkurat I
  9. Panembahan Singasari
  10. Panembahan Giri