Senin, 31 Agustus 2009

PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 17 AGUSTUS 1945 (TULISAN KEEMPAT )

Rombongan tiba kembali ke Jakarta pukul 23.30 WIB. Setelah Bung Karno dan Bung Hatta singgah di rumah masing-masing, rombongan kemudian menuju rumah Laksamana Maeda di jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Mereka menuju rumah Maeda karena perwira tinggi Angkatan Laut Jepang ini menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya (penuturan Maeda kepada salah satu pegawainya, Mr. Ahmad Soebardjo).
Sebelum mereka merumuskan teks proklamasi, terlebih dahulu Bung Karno dan Bung Hatta dengan ditemani Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima, dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah menemui Kepala Pemerintahan Umum (Somubuco) Mayor Jendral Nishimura guna menjajaki sikapnya mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertemuan tersebut tidak mencapai kata sepakat sebab Nishimura bersikeras bahwa kebijakan Panglima Tentara ke-16 di Jawa adalah menjaga status quo (status politik) di Indonesia seperti yang diperintahkan Sekutu sehingga berdasarkan kebijakan tersebut Soekarno-Hatta dilarang untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Soekarno-Hatta kemudian sadar bahwa proklamasi kemerdekaan harus diperjuangkan sendiri oleh bangsa Indonesia dan tidak ada gunanya lagi membicarakan kemerdekaan dengan Jepang. Akhirnya mereka hanya mengharapkan Jepang tidak menghalang-halangi pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Soekarno-Hatta lalu kembali ke rumah Laksamana Maeda untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di sini ada pertanyaan menarik yang sampai sekarang belum terjawab, yaitu "Mengapa Soekarno-Hatta harus menyusun teks proklamasi kemerdekaan di rumah Maeda padahal teks proklamasi kemerdekaan sudah ada, tinggal dibaca saja karena BPUPKI cq Panitia Sembilan/Kecil sudah membuatnya (Pembukaan UUD 1945 adalah teks proklamasi yang rencananya akan dibacakan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan)". Apakah gara-gara teks tersebut produk BPUPKI yang notabene buatan Jepang ataukan ada alasan yang lain ? kalau kita baca dua teks tersebut manakah yang lebih berbobot ? teks prokalamsi kemerdekaan buatan BPUPKI cq Panitia Sembilan atau yang disusun di rumah Maeda tanggal 17 Agustus 1945 dini hari tersebut ? Pembaca silahkan memikirkan sekaligus menjawabnya. yang jelas sampai sekarang hal tersebut masih menjadi misteri atau kontroversi walaupun tidak setajam Supersemar.
Penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di rumah Laksamana Maeda dilakukan oleh tiga tokoh golongan tua, yaitu Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Sementara itu tokoh golongan muda yang menyaksikan sekaligus menjadi saksi penyusunan teks proklamasi adalah Soekarni, B.M Diah, Sayoeti Melik, dan Soediro. Hadirin yang hadir malam di rumah Laksamana Maeda berjumlah 30 orang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moehammad Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, Dr. Moehammad Amir, Dr. Boentaran, Martoarmojo, Harsono Tjokroaminoto, Mr. I Goesti Ketoet Poeja, Mr. A. Abbas, Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr. Johanes Latuharhary, Ki bagoes Hadji Hadi Koesoemo, Mr. Teoekoe Moehammad Hasan, Ki Hadjar Dewantara, R. Otto Iskandardinata, Fr. KRT Radjiman Wediodiningrat, Mr. Soetardjo Kartohadikoesoemo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, R. Soekardjo Wirjopranoto, Dr. GSSJ Ratulangi, B.M Diah, Soekarni, Chaeroel saleh, Sayoeti Melik, Anang Abdoel hamidhan, Andi Pangerang, Andi Soeltan daeng Radja, Semaoen Bakry, Soediro, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Dr. Samsi Sastrosidagdo. Pukul 04.30 dini hari tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi kemerdekaan Indonesia selesai disusun. Bung Karno lalu membacakan naskah proklamasi yang masih berupa konsep tersebut kepada hadirin yang hadir di rumah Laksamana Maeda tersebut sekaligus meminta kepada hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat tersebut disokong oleh Moehammad Hatta dengan mengambil contoh Declaration Of Independence Amerika Serikat. Namun pendapat Hatta tersebut ditentang keras oleh para pemuda karena beralasan sebagian tokoh tua yang hadir merupakan "budak-budak Jepang." Soekarni selaku tokoh golongan muda lalu mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Soekarni juga mengusulkan bahwa kata wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan kalimat atas nama bangsa Indonesia.
Setelah usulan Soekarni disetujui maka Soekarno meminta kepada sayoeti Melik untuk mengetik naskah proklamasi tulisan tangan Soekarno tersebut dengan disertai perubahan-perubahan yang disepakati, yaitu :
  1. Kata tempoh diganti tempo
  2. Kata wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan kata Atas nama bangsa Indonesia
  3. Dalam hal tanggal dari Djakarta, 17-8-05 menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Selanjutnya timbul persoalan mengenai tempat diselenggarakannya proklamasi kemerdekaan. Soekarni mengusulkan di Lapangan IKADA yang telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat kota Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah proklamasi. Namun Soekarno menganggap Lapangan IKADA adalah salah satu lapangan umum yang bisa menimbulkan bentrok antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Ia kemudian mengusulkan agar pelaksanaan pemacaan naskah proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di rumahnya jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta dan ternyata disetujui oleh hadirin.

Kamis, 27 Agustus 2009

PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 17 AGUSTUS 1945 (TULISAN KETIGA)

Berita tentang kekalahan Jepang ternyata diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada tanggal 15 malam, Mr. Soetan Syahrir menyampaikan berita tersebut kepada Bung Hatta sekaligus menanyakan kapan kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan. Bung Hatta berjanji kepada Syahrir bahwa ia akan menanyakan hal tersebut kepada Gunseikanbu. Setelah Bung Hatta yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu maka diambil keputusan untuk segara mengundang anggota PPKI. Golongan muda yang sudah mengetahui berita menyerahnya Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 malam mengadakan rapat di Lembaga Bakteriologi jalan Pegangsaan Timur, Jakarta pada pukul 20.30 WIB dipimpin oleh Chairoel Saleh. Keputusan rapat para pemuda malam itu tegas, yaitu "kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan adanya perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi." Keputusan rapat pemuda di Lembaga Bakteriologi itu kemudian disampaikan kepada Ir. Soekarno di rumahnya Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta oleh Darwis dan Wikana. Mereka menyampaikan keputusan rapat para pemuda agar Ir. Soekarno segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Di rumah Bung Karno juga hadir golongan tua lainnya seperti Drs. Moehammad Hatta, dr. Boentaran, dr. Samsi, Mr. Achmad Soebardjo, dan Iwa Kusumasumantri. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Soekarno tidak menyatakan proklamasi menimbulkan ketegangan. Bung Karno dan Bung Hatta mengatakan kepada Darwis dan Wikana bahwa kemerdekaan Indonesia harus dibicarakan terlebih dahulu dengan wakil-wakil PPKI terlebih dahulu, tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Mereka tidak dapat menerima keinginan para pemuda yang menginginkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1945 atau keesokan harinya. Sekitar pukul 24.00 WIB, Darwis dan Wikana meninggalkan rumah Ir. Soekarno dengan perasaan marah karena keinginan para pemuda tidak dapat dikabulkan oleh golongan tua. Mereka kemudian pergi ke tempat rapat semula, yaitu di Lembaga Bakteriologi. menanggapi penolakan tersebut, golongan muda kembali mengadakan rapat di asrama Baperpi jalan Cikini 71, Jakarta. Selain dihadiri oleh peserta rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri oleh para tokoh pemuda lainnya seperti Soekarni, Joesoef koento, dr. Moewardi dari barisan pelopor, dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat dinihari tanggal 16 Agustus 1945 tersebut menghasilkan keputusan untuk "menculik/menyingkirkan Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta keluar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang dan memenuhi tuntutan para pemuda untuk memerdekakan Indonesia secepatnya. Guna menghindari kecurigaan pihak Jepang maka Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut. Rencana penculikan Ir. Soekarno dan Drs, Moehammad Hatta berjalan dengan lancar. Soekarni, yoesoef koento, dan Shudanco Singgih pada tanggal 16 Agustus 1945 dinihari (sekitar pukul 04.30 WIB) membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta ke Rengasdengklok (sebuah kota kawedanan di pantai utara kabupaten Karawang, Jawa Barat). Tempat yang dituju merupakan sebuah tempat dimana markas kompi PETA pimpinan Cudanco Soebeno berada. Alasan penculikan yang dikemukakan kepada Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta adalah keadaan Jakarta sangat genting sehingga keamanan kedua tokoh tersebut terancam. Sehari penuh Soekarno dan Moehammad Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang sangta besar dari kedua tokoh tersebut menyebabkan para pemuda segan untuk melakukan penekanan lebih lanjut. Namun, dalam suatu pembicaraan berdua dengan Ir. Soekarno, Shudanco Singgih beranggapan Ir. Soekarno bersedia untuk menyatakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itu, pada tengah hari Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diuandang rapat pada tanggal 16 Agustus 1945 memenuhi undangan dan berkumpul di gedung Pejambon 2 (sekarang gedung Departemen Luar Negeri). Akan tetapi rapat tersebut tidak dapat dihadiri pengundangnya, yaitu Soekarno-Hatta karena sedang berada di Rengasdengklok. Satu-satunya jalan untuk mengatasi hal tersebut, yaitu mengetahui keberadaan Soekarno-Hatta adalah melalui Wikana yang bersitegang dengan Soekarno pada tanggal 15 Agustus 1945 malam. Terjadi perbincangan antara Ahmad Soebardjo (golongan tua) dengan Wikana (golongan muda). Perbincangan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Joesoef Koento dari golongan muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Soebardjo bersama sekretarisnya, Soediro ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba di Rengasdengklok pada pukul 18.00 WIB. Setelah berbincang-bincang dengan Soekarno-Hatta, Ahmad Soebardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan diumumkan pada keesokan harinya (tanggal 17 Agustus 1945) selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan adanya jaminan tersebut, maka Komandan Kompi PETA Rengasdengklok Chudanco Soebeno bersedia melepaskan Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta kembali ke Jakarta.

Rabu, 26 Agustus 2009

PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 17 AGUSTUS 1945 (TULISAN KEDUA)

Dalam menyikapi perkembangan yang terjadi pada akhir kekuasaan Jepang di Indonesia, para pemuda kemudian mengadakan/membentuk konggres/badan/gerakan, yaitu antara lain :
  1. Konggres Pemuda Seluruh Jawa, terjadi pada tanggal 16 Mei 1945 di Bandung. Pada saat konggres ini terjadi BPUPKI belum terbentuk. Konggres ini dipelopori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi ini dibentuk atas inisiatif Jepang pada pertengahan tahun 1944 tetapi kemudian berkembang menjadi organisasi pemuda yang anti Jepang. Konggres dihadiri oleh lebih dari 100 utusan pemuda, pelajar, dan mahasiswa seluruh Jawa, diantaranya Djamal Ali, Chairoel Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto, serta sejumlah mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Konggres tersebut menghimbau kepada para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan yang bukan merupakan hadiah Jepang. Konggres yang berlangsung tiga hari ini memutuskan sertadua Resolusi, yaitu semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan di bawah satu pimpinan nasional dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Konggres pada akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemerdekaan Indonesia.
  2. Pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia, Pernyataan pada Konggres Pemuda Seluruh Jawa tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Soekarni, Harsono Tjokroaminoto, dan Chairoel Saleh. Mereka bertekat untuk mempersiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itu pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M Diah, dengan anggotanya Soekarni, Soediro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairoel Saleh, P. Gultom, Soepeno, dan Asmara Hadi. Pertemuan semacam ini diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. dalam praktiknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan oleh para pemuda dari asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum di dalam suratkabar Asia Raja pada pertengahan bulan juni 1945 menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal, misalnya membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat.
  3. Pembentukan Gerakan Rakyat Baroe, organisasi ini dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi In. Sidang tersebut mengusulkan berdirinya suatu gerakan untuk mengobarkan semangat perang dan cinta tanah air. pembentukan badan ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jendral Y. nagano pada tanggal 2 Juli 1945. Susunan pengurus pusat terdiri dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia, bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab, dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairoel Saleh, Soekarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Wikana, Harsono Tjokroaminoto, Soediro, Soepeno, Adam Malik, S.K. trimoerti, Soetomo, dan Pandoe kartawigoenadiikutsertakan dalam organisasi itu. Tujuan Pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil dari golongan pemuda adalah agar Pemerintah Jepang dapat mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco mayor Jendral Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu (Pemerintah Militer Jepang) dan mereka harus bekerja di bawah pengawasan peabat-pejabat Pemerintah Jepang. Dengan demikian, kebebasan bergerak para pemuda dibatasi sehingga muncullah ketidakpuasan. Oleh karena itu, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 juli 1945, tidak seorangpun pemuda radikal yang bersedia menduduki kursi yang telah disedikan. Akibatnya perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia merdeka tampak semakin tajam.
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebagai gantinya Pemerintah Jepang lalu membentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Linkai. Anggota PPKI berjumlah 21 orang ( 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatra, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusa Tenggara), seorang dari Maluku, dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. PPKI dipimpin oleh Ir. Soekarno sebagai ketua, Drs. Moehammad Hatta sebagai wakil dan Mr. Ahmad Soebardjo sebagai penasehat. Kepada para anggota PPKI , Gunseikan Mayor Jendral Yamamoto menegaskan bahwa para anggota PPKI bukan hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara ke-16 tetapi juga oleh Jendral Terauchi Hisaichi yang menjadi penguasa perang tertinggi di Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan anggota PPKI, Terauchi memanggil tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moehammad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat ke markas Terauchi di Dalat, Vietnam Selatan. Pada tanggal 9 Agustus 1945 bersamaan dengan dijatuhkannya bom atom kedua di Jepang, yaitu di kota Nagasaki, ketiga tokoh bangsa Indonesia tersebut berangkat ke Vietnam. Dalam pertemuan dengan Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945 disampaikanlah tiga hal penting kepada 3 tokoh bangsa Indonesia tersebut, yaitu :
  1. Pembentukan PPKI (sudah dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945)
  2. Memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia (dilaksanakan setelah PPKI telah menyiapkan segala sesuatunya)
  3. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh seluruh bekas wilayah Hindia Belanda
Setelah menerima janji Pemerintah Jepang tersebut, ketiga tokoh tersebut pulang kembali ke Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945. Tanpa sepengetahuan ketiga tokoh bangsa Indonesia tersebut, kota Hiroshima dan Nagasaki telah di bom atom oleh Sekutu. Uni Sovyet menyatakan perang kepada Jepang dan menyerbu Manchuria sehingga kekalahan Jepang sudah di depan mata. Tanggal 15 Agustus 1946 ketiga tokoh bangsa Indonesia tersebut tiba kembali di Indonesia. Dengan bangganya Ir. Soekarno berkata :"sewaktu-waktu kita dapat merdeka ; soalnya hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat memperbaharui tekatnya meneruskan perang suci Dao Tao ini. Kalau dahulu saya berkata 'sebelum jagung berbuah', Indonesia akan merdeka, sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah." Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Soekarno pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 (menyerah tanpa syarat).

Selasa, 18 Agustus 2009

PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 17 AGUSTUS 1945 (TULISAN PERTAMA)

Merdeka, itulah kata-kata yang selalu diucapkan bangsa Indonesia saat memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan bangsanya setiap tahunnya pada tanggal 17 Agustus. Satu kata tapi penuh makna karena sarat pertanyaan, benarkah kita benar-benar sudah merdeka dalam arti yang sebenar-benarnya. Tulisan ini tidak akan membahas pertanyaan terakhir karena hal tersebut menjadi PR bagi kita semua untuk merenungkan, menjawab, dan mencari solusinya. Tulisan ini mencoba menggambarkan sejarah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 negara Republik Indonesia. Walaupun sedikit terlambat, karena HUT Proklamasi RI sudah dilaksanakan dua hari yang lalu mudah-mudahan dapat memberikan gambaran mengenai peristiwa yang terjadi 64 tahun yang lalu tersebut, dimulai dari proses awal hingga hari H, 17 Agustus 1945.
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Demikian juga dengan pasukan Jepang di papua Nugini, kepulauan Solomon, dan kepulauan Marshall yang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian, seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayang-bayang kekalahan Jepang mulai tampak. Selanjutnya, Jepang mengalami serangan udara di kota Ambon, Makassar, Manado, dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu telah mendarat di daerah-daerah penghasil minyak, seperti Tarakan dan Balikpapan, Kalimantan Timur.
Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Kekaisaran Jepang lewat Perdana Menteri Koiso pada tanggal 9 September 1944 mengeluarkan "Janji Koiso" yang salah satu isinya berisi janji pemberian kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Tujuan dari pemberian janji kemerdekaan ini sebenarnya adalah untuk menarik hati bangsa Indonesia sehingga mau membantu Jepang sepenuhnya dalam perang Pasifik karena kedudukan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik melawan tentara Sekutu semakin terdesak.
dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa mengumumkan pembentukan Badan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai. pembentukan badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Anggota BPUPKI terdiri atas 60 bangsa Indonesia dan 7 orang bangsa Jepang (mereka tidak mempunyai suara). Pengangkatan pengurus ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr KRT Radjiman Wedyodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico), sedangkan yang duduk sebagai ketua muda (Fuku Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang. Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase Raden Panji Soeroso diangkat sebagai kepala sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo. BPUPKI diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945 bertempat di Gedung Cuo Sangi In, jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri seluruh anggota BPUPKI dan dua pejabat Jepang, yaitu Jendral Itagaki (Panglima tentara ke-7 yang bermarkas di Singapura) dan Letnan Jendral Nagano (panglima tentara ke-16 yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Toyohiko Masuda.
BPUPKI melakukan sidang pertamanya tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945. Sidang ini membicarakan dasar filsafat negara Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh yang mengusulkan Dasar Negara itu diantaranya Mr. Moehammad Yamin, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Usulan dasar negara itu adalah :

1. Rumusan Mr. Moehammad Yamin (dikemukakan tanggal 29 Mei 1945)
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat
2. Rumusan Prof. Dr. Soepomo (dikemukakan tanggal 31 Mei 1945)
  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Mufakat dan Demokrasi
  4. Musyawarah
  5. Keadilan Sosial
3. Rumusan Ir. Soekarno (dikemukakan tanggal 1 Juni 1945, diberi nama Pancasila)
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sidang BPUPKI I ini memilih nama Pancasila sebagai nama dasar negara. Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai dasar negara Indonesia Merdeka. Selanjutnya, diadakan masa "reses" selama satu bulan lebih (sampai bulan Juli 1945).
Pada tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu, panitia ini disebut juga Panitia Sembilan. Anggotanya berjumlah sembilan orang, yaitu :
  1. Ir. Soekarno (Ketua)
  2. Drs. Moehammad Hatta
  3. Mr. Moehammad Yamin
  4. Mr. Ahmad Soebardjo
  5. Mr. A.A. Maramis
  6. Abdulkadir Muzakir
  7. K.H. Wachid Hasyim
  8. Haji Agus Salim
  9. Abikoesno Tjokrosoejoso
Musyawarah Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 melalui suatu perdebatan yang hangat menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia Merdeka yang dikenal dengan nama "Piagam Jakarta atau Jakarta Charter". Isi dari Piagam Jakarta adalah sebagai berikut :
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Piagam Jakarta kemudian menjadi Mukadimah (Pembukaan) UUD 1945. Dalam perumusan Piagam Jakarta sebagai dasar filsafat negara Indonesia Merdeka, diadakan perubahan pada sila pertama, yaitu dari Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas rencana UUD termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah panitia Perancang Undang-Undang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta. Sehubungan dengan itu, panitia tersebut membentuk Panitia kecil perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, Agus Salim, dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Hoesein Djajadiningrat, Haji Agoes Salim, dan Prof. Dr. Soepomo. Persidang kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rangka menerima laporan Panitia Perancang UUD. Ir. Soekarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil sidang :
  1. Pernyataan Indonesia Merdeka (Proklamasi)
  2. Pembukaan UUD 1945
  3. Undang-Undang Dasar (batang tubuh)

Minggu, 09 Agustus 2009

PAHLAWAN NASIONAL IGNATIUS SLAMET RIJADI

Sabtu, 4 November 1950 sore, Letnan Kolonel Ignatius Slamet Rijadi memerintahkan pasukan Grup II Komando Pasukan Maluku Selatan atau KP Malsel mendekati Benteng Victoria, Ambon. Menurut laporan intelijen, di benteng bekas VOC tersebut masih bertahan sisa-sisa pasukan Republik Maluku Selatan (RMS). Pada sisi lain, Pak Met, begitu panggilan akrabnya dari semua anak buahnya, juga menerima informasi, benteng itu pada Jumat siang sudah bisa direbut oleh pasukan Mayor Lukas Koestarjo dari Divisi Siliwangi.
Slamet Rijadi ada di dalam panser paling depan, dikemudikan Kapten Klees, Komandan Eskader Kavaleri. Di belakangnya, dua panser lain mengikuti. Tiba-tiba tembakan gencar berdatangan dari arah benteng, langsung menghujani pertahanan pasukan TNI. Pak Met kaget. Sementara itu, Klees langsung memerintahkan anak buahnya segera membalas tembakan. Tiba-tiba Pak Met berteriak, "Stop het Veuren. Hentikan tembakan." Mengapa Overste ? " tanya Kapten Klees heran. Pak Met menukas, "Ini semua salah paham. Lihat, mereka semua mengibarkan Merah Putih dari dalam benteng. Pasti mereka TNI, anak-anak Siliwangi. Saya akan keluar memastikan ...."
Klees berusaha mempertahankan pendapatnya, "Overste, saya bekas KNIL. Saya tahu cara bertempur mereka. Bisa saya pastikan, mereka adalah bekas KNIL yang bergabung ke RMS. Jangan hiraukan mereka, meski mereka mengibarkan Merah Putih.
Jawaban Pak Met amat mengejutkan, "Saya komandan KP Malsel. Lihat tembakan mereka sudah berhenti. Saya akan keluar untuk lebih memastikan, buka canopy (kubah) panser."
"Siap Overste," jawab Klees sambil menarik tungkai pembuka kubah panser. Pak Met keluar panser, tanpa memakai topi baja. Hanya memakai teropong sambil berkalungkan Owen Gun senapan otomatis kesayangannya.
Apa yang dikhawatirkan Klees menjadi kenyataan. Slamet Rijadi tidak pernah tahu bahwa pada Sabtu dini hari pasukan komando RMS telah menguasai kembali Benteng Victoria sekaligus mengusir keluar anak buah Lukas Koestardjo. Maka, apa yang disangka Slamet Rijadi bahwa benteng itu masih dikuasai TNI, keliru. Seorang Sniper (penembak jitu) RMS dari atas Benteng Victoria Sabtu sore itu bagai menemukan durian runtuh. Dengan jelas, dia melihat Slamet Rijadi keluar dari dalam panser. Sebuah tembakan langsung terdengar, pelurunya meluncur tepat mengenai bagian perut Pak Met.
Melihat tubuh komandannya jatuh, Klees langsung memerintahkan kedua panser lain menghujani benteng dengan tembakan gencar. Tindakan itu agar bisa memberi kesempatan kepada dirinya membawa Pak Met ke garis belakang Laha. Tubuh Slamet Rijadi langsung diangkut ke KM Waibalong yang membuang sauh di depan pelabuhan Laha. Beberapa jam kemudian, Mayor Dr. Abdullah, perwira kesehatan, memberi laporan kepada Kolonel Alex Kawilarang, Panglima KP Malsel, "Letnan Kolonel Ignatius Slamet Rijadi gugur pada sekitar pukul 11.30 Sabtu malam ..."
Slamet Rijadi dilahirkan di kampung Danukusuman Solo pada Rabu Pon, 28 Mei 1926 dengan nama Soekamto. Karena semasa kecil sering sakit, namanya diubah menjadi Slamet. "...ketika di SMP Negeri II Solo banyak anak bernama Slamet. Maka oleh gurunya diberi tambahan nama Rijadi, maka jadilah sampai sekarang Slamet Rijadi, "kata Kolonel (Purnawirawan) Soejoto, teman main Pak Met sejak kecil, yang kemudian menjadi anak buah saat bergerilya di daerah Solo, menumpas DI/TII di Jawa Barat, dan dalam operasi menumpas RMS mulai dari Pulau Buru sampai Pulau Ambon, Maluku.
Dengan demikian, Pak Met gugur saat usianya belum genap 24 tahun. Namun, meski hidupnya amat singkat, jejak serta teladan yang ditinggalkan amat mengesan. Dia tidak hanya jago tempur, yang dilakukan secara otodidak dengan belajar dari buku dan majalah militer, oleh karena dia terjun menjadi anggota militer semata-mata untuk memenuhi panggilan revolusi sehingga bukan lewat jalur formal.
Namun, Pak Met, amat berbeda dengan para pemimpin perang lain, meninggalkan naskah tertulis yang masih bisa dipakai sampai hari ini dalam judul Pedoman Gerilya I dan II. Bahkan, berbeda dengan A.H Nasution atau TB Simatupang, yang menulis bukunya sesudah perang selesai. "Pak Met menulis di tengah pertempuran, berdasarkan pengalaman yang ditemukan selama perang. Salah satu yang legendaris adalah petunjuknya, de beste verdediging ligt juist in de anvall. Pertahan terbaik terletak pada penyerangan," kata Kolonel (Purnawirawan) Aloysius Soegianto, tokoh intelijen sekaligus bekas ajudan Pak Met.
Seusai operasi penumpasan RMS, saat Alex Kawilarang sudah diangkat sebagai Panglima Siliwangi, dia teringat gagasan Slamet Rijadi untuk membentuk pasukan komando, "... yang trampil dalam bertempur dalam semua medan sekaligus ahir menggunakan aneka macam senjata."
Kawilarang memerintahkan Soegianto mencari Visser, bekas kapten pasukan komando Belanda, yang karena bercerai minta pensiun dini dan tidak mau pulang ke Negeri Belanda. Soegianto mengungkapkan, "Visser saya temukan sudah menjadi petani kembang di Pacet dan berganti nama menjadi jadi Mohammad Idjon Djanbi. Dia lalu diaktifkan sebagai mayor dalam dinas TNI oleh Panglima Kawilarang, diminta melatih an membentuk pasukan komando." Jadilah kemudian pasukan Baret Merah KKAD (Kesatuan Komando Angkatan Darat) yang nantinya tumbuh menjadi RPKAD, Sandi Yudha, dan kini dikenal sebagai Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI Angkatan Darat. Karena itu, Pak Met juga dikenal sebagai tokoh penggagas terbentuknya pasukan komando di Indonesia.
Pemerintah RI mengangkat Brigadir Jendral (Anumerta) Slamet Rijadi sebagai Pahlawan Nasional. Dia juga dianugerahi Bintang Maha Putra Utama oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Di kota kelahirannya Solo tepatnya di jalan Slamet Rijadi yang membelah kota Solo, Jawa Tengah diresmikanlah patung Ignatius Slamet Rijadi oleh KSAD Jendral Djoko Santoso.
Pek Met gugur dalam usia muda. Namun dia telah meninggalkan jejak panjang dan sangat bermakna. Khususnya sebuah teladan dalam perjuangan menegakkan Republik Proklamasi serta menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Saduran dari tulisan Julius Pour)