Jumat, 30 April 2010

PERJUANGAN AWAL, PARA WALI DI JAWA (2)

Zaman kewalian Walisanga sendiri dibagi dalam lima (5) periode, yang sambung menyambung dengan perubahan, penambahan, pergantian personil para Walinya, yaitu :

A. Walisanga Periode Pertama
Walisanga periode pertama adalah para wali yang dikirim oleh Sultan Muhammad I dari Kerajaan Turki. Mendengar dari para pedagang Turki bahwa di Pulau Jawa ada kerajaan, yaitu para pedagang di pesisir utara Pulau Jawa sudah menganut Islam, maka Sultan Muhammad I berkirim surat kepada para pembesar Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah, meminta kepada para ulama yang memiliki karomah dari kedua negeri itu untuk dikirim ke Pulau Jawa. Maka terkumpullah 9 ulama berilmu tinggi serta memiliki karomah, yang diberangkatkan ke Pulau Jawa pada tahun 808 Hijriyah atau 1404 Masehi, yaitu :
  1. Maulana Malik Ibrahim, dari Turki yang ahli mengatur negara. Beliau berdakwah di Jawa bagian timur dan wafat tahun 1419, dimakamkan di Gresik, Jwa Timur.
  2. Maulana Ishaq, dari Samarkand di Kazakhstan, yang ahli pengobatan. Beliau tidak menetap di Jawa karena pindah ke Pasai / Singapura dan wafat di sana.
  3. Maulana Ahmad Jumadil Kubra, dari Mesir, berdakwah kelliling dan setelah wafat dimakamkan di Tralaya, Trowulan, Mojokerto
  4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, dari Maroko / Maghrib. Berdakwah keliling dan wafat tahun tahun 1465 Masehi dimakamkan di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah
  5. Maulana Malik Isro'il, dari Turki, ahli mengatur negara. Wafat tahun 1435 Masehi dan dimakamkan di Gunung Santri, Cilegon, Jawa Barat
  6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia/Iran, ahli pengobatan, wafat tahun 1435 dan dimakamkan di Gunung Santri, Cilegon, Jawa Barat
  7. Maulana Hasanuddin, dari Palestina, berdakwah keliling dan wafat tahun 1462 Masehi dan dimakamkan di samping Masjid Banten lama.
  8. Maulana Allyuddin, dari Palestina, berdakwah keliling dan wafat tahun 1462 Masehi, dimakamkan di samping Masjid Banten lama.
  9. Syeh Subakir, dari Persia/Iran, ahli menumbali tanah angker yang dihuni oleh jin-jin jahat tukang menyesatkan manusia, untuk dijadikan Pesantren. Beliau kembali ke Persia tahun 1462 Masehi dan wafat di sana.
B. Walisanga Periode Kedua
Walisanga periode kedua adalah kewalian lanjutan periode pertama dengan mengisi kekosongan tiga wali yang wafat, yaitu :
  1. Raden Ahmad Ali Rahmatullah, dari Campa/Muangthai selatan, datang tahun 1421 menggantikan Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 Masehi. Beliau dikenal sebagai Raden Rahmatullah yang kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel
  2. Sayyid Ja'fat Shodiq, dari Palestina, datang ke Jawa tahun 1438 menggantikan Maulana Malik Isro'il yang wafat tahun 1435 Masehi. Beliaulah yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Kudus
  3. Syarif Hidayatullah, dari Palestina, datang Ke Jawa tahun 1436 Masehi, menggantikan Maulana Ali Akbar yang wafat tahun 1435 Masehi.
Walisanga periode kedua ini melaksanakan sidang kewalian yang kedua bertempat di Ampel, Surabaya. Hasilnya adalah pembagian tugas, yaitu Sunan Ampel, Maulana Ishaq, dan Maulana Jumadil Kubro berdakwah di wilayah Jawa Timur. Sedang Sunan Kudus, Syeh Subakir, dan Maulana Al Maghribi berdakwah di wilayah Jawa Tengah, dan Syarif Hidayatullah, Maulana Hasanuddin, Maulana Alyuddin bertugas di wilayah Jawa Barat.

Sabtu, 17 April 2010

PERJUANGAN AWAL, PARA WALI DI JAWA (1)

Hendaknya engkau ajak orang ke jalan Tuhanmu dengan Hikmah (Kebijaksanaan) dengan petunjuk-petunjuk yang baik (ramah-tamah) serta ajaklah mereka berdialog (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya ( Qur'an Surat An Nahl : 125 ).
Penulisan sejarah tentang sejak kapan masuknya agama Islam di Pulau Jawa sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan. Para ahli sejarah Indonesia masih senang menggali sumber sejarah tanah air sendiri dari sumber-sumber ahli sejarah bangsa asing, walaupun semakin banyak data sejarah di dalam negeri yang patut untuk dicek validitasnya menjadi fakta sejarah yang otentik. Namun kemauan dan keberanian untuk mengolah data, serta banyak faktor lainnya yang merupakan hambatan psikologis dan sikap tradisional yang masih lekat, menghambat kemampuan penulisan sejarah masuknya agama Islam di Indonesia, atau di Pulau Jawa pada khususnya.
Salah satu buku pegangan resmi bagi para mahasiswa Indonesia adalah "Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia", ditulis oleh Dr. R. Soekmono, yang telah dicetak ulang sampai edisi ke-10 (1994) sejak edisi pertamanya pada tahun 1993. Pada buku jilid 3, bagian II, Jaman Madya Indonesia, kapan masuknya Islam di Indonesia terdapat sebuah batu bersurat dalam bahasa dan huruf Arab di Leran (dekat Gresik, Jawa Timur) yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah Binti Maimun. Dan penulisan sejarah Islam selanjutnya dikutip dari keterangan nyata yang dikutip dari Marcopolo dari Venesia, Italia.
Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia susunan Dr. Prijohutmo yang dulu dipakai sebagai buku pegangan pengajaran sejarah di SLA dan Perguruan Tinggi sebelum tahun 1965 pun banyak dikritik tidak menggunakan metoda penulisan sejarah yang baik. Apalagi tulisan Dr. C.C. Berg, Penulisan Sejarah Jawa yang menggunakan dasar penelitiannya menggunakan buku-buku lainnya yang ada tentang masuknya Islam di Jawa, kebanyakan merupakan buku kisah atau riwayat, yang walaupun mencantumkan angka-angka tahun dan sumber kutipan dari kitab-kitab peninggalan para tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa, belumlah berani menyatakan data tersebut sebagai bukti catatan sejarah yang resmi karena tidak memenuhi kriteria ilmiah dan melalui metoda penelitian yang berani dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Walaupun demikian, pengetahuan sejara Islam di Jawa dari kisah, riwayat, dan kitab-kitab para tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa yang ada kiranya patut untuk diketahui oleh umat Islam Indonesia masa kini. Sebagai suatu pengetahuan yang kiranya masih ada gunanya untuk pendidikan bagi putera-puteri kita, agar mengenal bagaimana perjuangan para penyebar agama Islam yang pertama di Jawa, terutama bagaimana pelaksanaan ajaran demokrasi Islam, musyawarah dan mufakat, kebijaksanaan, bertukar pikiran dan ramah tamah sesungguhnya sudah dipraktekkan oleh tokoh jaman dahulu (sebagaimana tercantum dalam Qur'an Nur Karim, Surat An Nahl ayat 125 seperti dikutipkan pada awal makalah ini.
Ibnul Bathuthah seorang utusan Sultan Delhi (India) dalam perjalanan perdagangannya dari India ke Tiongkok, dan singgah di kerajaan Samudra (1345 M) menyusun catatan berlayarnya yang kemudian dinamakan Kitab Kanzul Ulum, yang kemudian dilanjutkan oleh oleh Syeh Maulana Al Maghribi, menyatakan bahwa banyak para pedagang-pedagang dari Majapahit yang datang ke kerajaan Samudra, dan di Gresik dan Tuban banyak pula dikunjungi oleh para pedagang Islam dari India dan Samudra (yang kemudian pindah ke Pasai). Bahkan salah seorang istri raja Majapahit adalah putri Islam dari Aceh (putri Cempa) dan permaisurinya adalah puteri Cina.
Kerajaan Majapahit bersikap penuh toleransi terhadap Islam. Hal itu terbukti pula dari banyaknya makam-makam Islam di ibukota Majaphit, yakni di Desa Tralaya, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Batu-batu nisan tersebut berangka tahun 1369 M, yaitu masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Dan menjelang runtuhnya kerajaan Majapahit pada abad ke-15 Masehi, daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa sudah masuk Islam semuanya, dengan pusat-pusatnya di Jepara, Tuban, dan Gresik, dibawah pemerintahan para Adipati yang masih tunduk kepada Pemerintah Pusat di Majapahit.
Kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah mencatat bahwa para Wali Sanga yang terkenal di Jawa terbagi dalam 3 (tiga) tahapan kewalian, yaitu :
  1. Wali Sanga tahap pertama, bersidang pada tahun 1404 Masehi
  2. Wali Sanga tahap kedua, bersidang pada tahun 1436 Masehi
  3. Wali Sanga tahap ketiga, bersidang pada tahun 1463 Masehi
Dan menurut K.H. Dahlan Abdul Qohar, pada tahun 1466 Masehi para Wali Sanga itu bersidang lagi (Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, MA, tanpa tahun : 11).
Zaman kewalian Wali Sanga sendiri dibagi dalam 5 (lima) periode, yang sambung menyambung dengan perubahan, penambahan, penggantian personil para walinya.