Selasa, 04 Februari 2014

HARRY A. POEZE, 36 TAHUN BERBURU JEJAK TAN MALAKA ( 2 )

Penelusuran awal itu menjadi dasar skripsi Poeze. Materi itu juga menjadi bahan penulisan buku Dari Penjara Ke Penjara. Poeze lalu melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 hingga S-3. Tan Malaka, yang menurut Poeze adalah "Che Guevara", menjadi obyek penelitiannya.
Penelusuran lebih lanjut dilakukannya di Eropa, Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Arsip di Moskwa, Uni Sovyet, pelbagai kota di Australia seperti Sydney dan Canmerra, serta Washington DC, Amerika Serikat menjadi sumber penelitian.
Arsip Tan Malaka sebagai salah satu tokoh penting tercatat baik di Amerika Serikat dan Australia karena dua negara tersebut menjadi mediator perundingan Belanda-Indonesia pada pasca kemerdekaan.
Setelah menyelesaikan disertasi tahun 1976, Poeze mengunjungi Indonesia dan membangun kontak di Jakarta. Namun misteri Tan Malaka paska Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 masih tertutup kabut gelap.
Kesempatan emas muncul pada tahun 1980 ketika Poeze bertemu dengan Hasan Sastraatmaja, mantan sekretaris Tan Malaka yang dengan antusias membuka pintu bagi penelitian Poeze. Hasan yang bermukim di Jakarta itu lalu memperkenalkan Poeze dengan sejumlah lawan maupun kawan Tan Malaka.
Berbagai tokoh seperti Sultan Hamengkubuwono IX hingga wakil presiden Adam Malik ditemui Poeze. Adam Malik secara terbuka mendukung ide kerakyatan Tan Malaka, meski dia berdiri di kubu Golongan Karya (Golkar).
Perjumpaan Poeze dengan para tokoh 1945 berlanjut, antara lain dengan Jendral Abdul Harris Nasution, Muhammad Natsir (tokoh Masyumi), S.K. Trimurti, tokoh pemberontakan PKI 1948 Sumarsono, serta ratusan tokoh lainnya.
Namun, kesibukan dan tuntutan kerja menghadang upaya penulisan buku pada tahun 1981, saat Poeze ditunjuk menjadi Direktur Penerbitan KITLV Press. Meskipun demikian, dia selalu menyempatkan diri kembali ke Indonesia untuk mengumpulkan data.