Jumat, 23 Oktober 2009

SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II (TULISAN PERTAMA)

Bulan Oktober 2005 merupakan "bulannya" Sultan Mahmud Badaruddin II. Pertama dengan diresmikannya Bandar Udara di Palembang yang mengambil namanya. Kedua, Bank Indonesia mengeluarkan mata uang kertas pecahan Rp. 10.000,- bergambar Sultan Mahmud Badaruddin II.
Siapa dan darimana tokoh ini ? Apa perannya bagi bangsa ini ? terus terang saja, bila pembaca mencari di buku Sejarah Nasional Indonesia, nama tokoh itu tidak diketemukan. Apalagi di kitab-kitab Sejarah untuk SD, SMP, dan SMA.
Sultan Mahmud Badaruddin II adalah penguasa Kesultanan Palembang Darussalam (1774-1803) setelah menggantikan ayahnya Sultan Muhammad Bahauddin. Ketika naik tahta, ia sudah siap memerintah Kesultanan Palembang Darussalam dengan segala permasalahan menghadapi Inggris dan Belanda. Sejak masih menjadi Pangeran Ratu ia telah biasa menghadapi kelicikan orang-orang Eropa. Warisan yang diterimanya bukan hanya kekuasaan, kekayaan, dan bakat sastrawan, tetapi juga "permusuhan" dengan penjajah Eropa.
Orang Eropa pertama yang dihadapi Sultan Mahmud Badaruddin II adalah Sir Thomas Stamford Raffles. Raffles tahu persis tabiat Sultan Palembang ini. Karena itu, Raffles sangat menaruh hormat di samping ada kekhawatiran sebagaimana tertuang dalam laporan kepada atasannya, Lord Minto tanggal 15 Desember 1810 : "Sultan Palembang adalah salah seorang Pangeran Melayu yang terkaya dan benar apa yang dikatakan bahwa gudangnya penuh dengan Dollar dan emas yang telah ditimbun oleh para leluhurnya. Saya anggap inilah yang merupakan satu pokok yang penting untuk menghalangi Daendels memanfaatkan pengadaan sumber yang besar tersebut."
Bersamaan dengan adanya kontak antara Inggris dan Palembang, hal yang sama juga dilakukan Belanda. Dalam hal ini, melalui utusannya, Raffles berusaha membujuk Sultan Mahmud Badaruddin II untuk mengusir Belanda dari Palembang (surat Raffles tanggal 3 Maret 1811).
Dengan bijaksana, Sultan Mahmud Badaruddin II membalas surat Raffles yang intinya mengatakan bahwa Palembang tidak ingin terlibat dalam permusuhan antara Inggris dengan Belanda. Namun akhirnya terjalin kerjasama Inggris-Palembang, dimana pihak Palembang lebih diuntungkan.
Sejak timah diketemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18, Palembang dan wilayahnya menjadi incara Inggris dan Belanda. Berdalih menjalin kontrak dagang, bangsa Eropa ini berniat menguasai Palembang. Awal bercokolnya penjajahan bangsa Eropa biasanya ditandai dengan penempatan Loji (kantor dagang).
Di Palembang, loji pertama Belanda dibangun pada tahun 1742 di tepi Sungai Aur (10 Ulu). Gara pembumihangusan dan pembantaian di loji ini pada 14 September 1811, mulai terjadi peperangan dengan bangsa Eropa. Belanda menuduh Inggris-lah yang memprovokasi Palembang supaya mengusir Belanda. Sebaliknya, Inggris cuci tangan, bahkan langsung menuduh Sultan Mahmud Badaruddin II yang berinisiatif melakukannya. Pembumihangusan dan pembantaian di loji Sungai Aur dijadikan senjata politik sebagai pelanggaran HAM di kalangan politisi Eropa.
Raffles terpojok dengan peristiwa loji Sungai Aur, tetapi masih berharap dapat berunding dengan Sultan Mahmud Badaruddin II dan mendapatkan Bangka sebagai kompensasi kepada Inggris. Harapan Raffles ini tentu saja ditolak oleh Sultan Mahmud badaruddin II. Akibatnya, Inggris mengirimkan armada perangnya di bawah pimpinan Gillespie dengan alasan menghukum Sultan Mahmud Badaruddin II. Dalam sebuah pertempuran singkat, Palembang berhasil dikuasai dan Sultan Mahmud Badaruddin menyingkir ke Muara Rawas, jauh di hulu sungai Musi.
Setelah berhasil menduduki Palembang, Inggris merasa perlu mengangkat penguasa baru yang tentunya harus sejalan dengan keinginannya. Setelah menandatangani perjanjian dengan syarat-syarat yang menguntungkan Inggris, tanggal 14 Mei 1812 Pangeran Adipati (adik kandung Sultan Mahmud Badaruddin II) diangkat menjadi Sultan dengan gelar Ahmad Najamuddin II atau Husin Diauddin. Pulau Bangka berhasil dikuasai dan namanya diganti menjadi Duke of York's Island. Di Mentok, yang kemudian dinamakan Minto, ditempatkan Meares sebagai residen.
Meares berambisi menangkap Sultan Mahmud Badaruddin II yang telah membuat kubu di Muara Rawas. Pada tanggal 28 Agustus 1812 ia membawa pasukan dan persenjataan yang diangkut dengan perahu untuk menyerbu Muara Rawas. Dalam sebuah pertempuran di Buay Langu, Meares tertembak dan akhirnya tewas setelah dibawa kembali ke Mentok. Kedudukannya dugantikan oleh Mayor Robison.
Belajar dari pengalaman Meares, Robison mau berdamai dengan Sultan Mahmud Badaruddin II. Melalui serangkaian perundingan, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke Palembang dan naik tahta kembali pada tanggal 13 Juli 1813 hingga dilengserkan kembali Agustus 1813. Sementara itu, Robison dipecat dan ditahan Raffles karena mandat yang diberikannya tidak sesuai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar