Kamis, 27 Agustus 2009

PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 17 AGUSTUS 1945 (TULISAN KETIGA)

Berita tentang kekalahan Jepang ternyata diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada tanggal 15 malam, Mr. Soetan Syahrir menyampaikan berita tersebut kepada Bung Hatta sekaligus menanyakan kapan kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan. Bung Hatta berjanji kepada Syahrir bahwa ia akan menanyakan hal tersebut kepada Gunseikanbu. Setelah Bung Hatta yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu maka diambil keputusan untuk segara mengundang anggota PPKI. Golongan muda yang sudah mengetahui berita menyerahnya Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 malam mengadakan rapat di Lembaga Bakteriologi jalan Pegangsaan Timur, Jakarta pada pukul 20.30 WIB dipimpin oleh Chairoel Saleh. Keputusan rapat para pemuda malam itu tegas, yaitu "kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan adanya perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi." Keputusan rapat pemuda di Lembaga Bakteriologi itu kemudian disampaikan kepada Ir. Soekarno di rumahnya Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta oleh Darwis dan Wikana. Mereka menyampaikan keputusan rapat para pemuda agar Ir. Soekarno segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Di rumah Bung Karno juga hadir golongan tua lainnya seperti Drs. Moehammad Hatta, dr. Boentaran, dr. Samsi, Mr. Achmad Soebardjo, dan Iwa Kusumasumantri. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Soekarno tidak menyatakan proklamasi menimbulkan ketegangan. Bung Karno dan Bung Hatta mengatakan kepada Darwis dan Wikana bahwa kemerdekaan Indonesia harus dibicarakan terlebih dahulu dengan wakil-wakil PPKI terlebih dahulu, tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Mereka tidak dapat menerima keinginan para pemuda yang menginginkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus 1945 atau keesokan harinya. Sekitar pukul 24.00 WIB, Darwis dan Wikana meninggalkan rumah Ir. Soekarno dengan perasaan marah karena keinginan para pemuda tidak dapat dikabulkan oleh golongan tua. Mereka kemudian pergi ke tempat rapat semula, yaitu di Lembaga Bakteriologi. menanggapi penolakan tersebut, golongan muda kembali mengadakan rapat di asrama Baperpi jalan Cikini 71, Jakarta. Selain dihadiri oleh peserta rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri oleh para tokoh pemuda lainnya seperti Soekarni, Joesoef koento, dr. Moewardi dari barisan pelopor, dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat dinihari tanggal 16 Agustus 1945 tersebut menghasilkan keputusan untuk "menculik/menyingkirkan Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta keluar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang dan memenuhi tuntutan para pemuda untuk memerdekakan Indonesia secepatnya. Guna menghindari kecurigaan pihak Jepang maka Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut. Rencana penculikan Ir. Soekarno dan Drs, Moehammad Hatta berjalan dengan lancar. Soekarni, yoesoef koento, dan Shudanco Singgih pada tanggal 16 Agustus 1945 dinihari (sekitar pukul 04.30 WIB) membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta ke Rengasdengklok (sebuah kota kawedanan di pantai utara kabupaten Karawang, Jawa Barat). Tempat yang dituju merupakan sebuah tempat dimana markas kompi PETA pimpinan Cudanco Soebeno berada. Alasan penculikan yang dikemukakan kepada Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta adalah keadaan Jakarta sangat genting sehingga keamanan kedua tokoh tersebut terancam. Sehari penuh Soekarno dan Moehammad Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang sangta besar dari kedua tokoh tersebut menyebabkan para pemuda segan untuk melakukan penekanan lebih lanjut. Namun, dalam suatu pembicaraan berdua dengan Ir. Soekarno, Shudanco Singgih beranggapan Ir. Soekarno bersedia untuk menyatakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itu, pada tengah hari Singgih kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diuandang rapat pada tanggal 16 Agustus 1945 memenuhi undangan dan berkumpul di gedung Pejambon 2 (sekarang gedung Departemen Luar Negeri). Akan tetapi rapat tersebut tidak dapat dihadiri pengundangnya, yaitu Soekarno-Hatta karena sedang berada di Rengasdengklok. Satu-satunya jalan untuk mengatasi hal tersebut, yaitu mengetahui keberadaan Soekarno-Hatta adalah melalui Wikana yang bersitegang dengan Soekarno pada tanggal 15 Agustus 1945 malam. Terjadi perbincangan antara Ahmad Soebardjo (golongan tua) dengan Wikana (golongan muda). Perbincangan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Joesoef Koento dari golongan muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Soebardjo bersama sekretarisnya, Soediro ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba di Rengasdengklok pada pukul 18.00 WIB. Setelah berbincang-bincang dengan Soekarno-Hatta, Ahmad Soebardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan diumumkan pada keesokan harinya (tanggal 17 Agustus 1945) selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan adanya jaminan tersebut, maka Komandan Kompi PETA Rengasdengklok Chudanco Soebeno bersedia melepaskan Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta kembali ke Jakarta.

4 komentar: