Selasa, 18 Agustus 2009

PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 17 AGUSTUS 1945 (TULISAN PERTAMA)

Merdeka, itulah kata-kata yang selalu diucapkan bangsa Indonesia saat memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan bangsanya setiap tahunnya pada tanggal 17 Agustus. Satu kata tapi penuh makna karena sarat pertanyaan, benarkah kita benar-benar sudah merdeka dalam arti yang sebenar-benarnya. Tulisan ini tidak akan membahas pertanyaan terakhir karena hal tersebut menjadi PR bagi kita semua untuk merenungkan, menjawab, dan mencari solusinya. Tulisan ini mencoba menggambarkan sejarah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 negara Republik Indonesia. Walaupun sedikit terlambat, karena HUT Proklamasi RI sudah dilaksanakan dua hari yang lalu mudah-mudahan dapat memberikan gambaran mengenai peristiwa yang terjadi 64 tahun yang lalu tersebut, dimulai dari proses awal hingga hari H, 17 Agustus 1945.
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Demikian juga dengan pasukan Jepang di papua Nugini, kepulauan Solomon, dan kepulauan Marshall yang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian, seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayang-bayang kekalahan Jepang mulai tampak. Selanjutnya, Jepang mengalami serangan udara di kota Ambon, Makassar, Manado, dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu telah mendarat di daerah-daerah penghasil minyak, seperti Tarakan dan Balikpapan, Kalimantan Timur.
Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Kekaisaran Jepang lewat Perdana Menteri Koiso pada tanggal 9 September 1944 mengeluarkan "Janji Koiso" yang salah satu isinya berisi janji pemberian kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Tujuan dari pemberian janji kemerdekaan ini sebenarnya adalah untuk menarik hati bangsa Indonesia sehingga mau membantu Jepang sepenuhnya dalam perang Pasifik karena kedudukan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik melawan tentara Sekutu semakin terdesak.
dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa mengumumkan pembentukan Badan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai. pembentukan badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Anggota BPUPKI terdiri atas 60 bangsa Indonesia dan 7 orang bangsa Jepang (mereka tidak mempunyai suara). Pengangkatan pengurus ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr KRT Radjiman Wedyodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico), sedangkan yang duduk sebagai ketua muda (Fuku Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang. Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase Raden Panji Soeroso diangkat sebagai kepala sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo. BPUPKI diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945 bertempat di Gedung Cuo Sangi In, jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri seluruh anggota BPUPKI dan dua pejabat Jepang, yaitu Jendral Itagaki (Panglima tentara ke-7 yang bermarkas di Singapura) dan Letnan Jendral Nagano (panglima tentara ke-16 yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Toyohiko Masuda.
BPUPKI melakukan sidang pertamanya tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945. Sidang ini membicarakan dasar filsafat negara Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh yang mengusulkan Dasar Negara itu diantaranya Mr. Moehammad Yamin, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Usulan dasar negara itu adalah :

1. Rumusan Mr. Moehammad Yamin (dikemukakan tanggal 29 Mei 1945)
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat
2. Rumusan Prof. Dr. Soepomo (dikemukakan tanggal 31 Mei 1945)
  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Mufakat dan Demokrasi
  4. Musyawarah
  5. Keadilan Sosial
3. Rumusan Ir. Soekarno (dikemukakan tanggal 1 Juni 1945, diberi nama Pancasila)
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sidang BPUPKI I ini memilih nama Pancasila sebagai nama dasar negara. Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai dasar negara Indonesia Merdeka. Selanjutnya, diadakan masa "reses" selama satu bulan lebih (sampai bulan Juli 1945).
Pada tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu, panitia ini disebut juga Panitia Sembilan. Anggotanya berjumlah sembilan orang, yaitu :
  1. Ir. Soekarno (Ketua)
  2. Drs. Moehammad Hatta
  3. Mr. Moehammad Yamin
  4. Mr. Ahmad Soebardjo
  5. Mr. A.A. Maramis
  6. Abdulkadir Muzakir
  7. K.H. Wachid Hasyim
  8. Haji Agus Salim
  9. Abikoesno Tjokrosoejoso
Musyawarah Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 melalui suatu perdebatan yang hangat menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia Merdeka yang dikenal dengan nama "Piagam Jakarta atau Jakarta Charter". Isi dari Piagam Jakarta adalah sebagai berikut :
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Piagam Jakarta kemudian menjadi Mukadimah (Pembukaan) UUD 1945. Dalam perumusan Piagam Jakarta sebagai dasar filsafat negara Indonesia Merdeka, diadakan perubahan pada sila pertama, yaitu dari Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas rencana UUD termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah panitia Perancang Undang-Undang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta. Sehubungan dengan itu, panitia tersebut membentuk Panitia kecil perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, Agus Salim, dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Hoesein Djajadiningrat, Haji Agoes Salim, dan Prof. Dr. Soepomo. Persidang kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rangka menerima laporan Panitia Perancang UUD. Ir. Soekarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil sidang :
  1. Pernyataan Indonesia Merdeka (Proklamasi)
  2. Pembukaan UUD 1945
  3. Undang-Undang Dasar (batang tubuh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar