Kraton Ratu Boko di sisi utara pegunungan Sewu selama ini kalah pamor dibandingkan dengan Candi Prambanan. Padahal kedua peninggalan purbakala dari jaman Hindu ini hanya berjarak 3 kilometer. Candi Prambanan letaknya strategis, karena berada di pinggir jalan raya Yogya-Solo. Masyarakat yang melintasi jalan tersebut seolah-olah ditarik untuk melirik candi yang ramping menjulang ke langit itu.
Keadaan sebaliknya terjadi pada Kraton Boko. Tempatnya berada diatas bukit kapur. Untuk mencapainya orang harus menaiki tangga batu atau menyusuri jalan aspal mendaki jika memakai kendaraan bermotor. Keadaan lingkungan Ratu Boko ini sudah berubah banyak setelah diresmikan oleh Menparpostel menjadi kawasan wisata pada tanggal 10 April 1997 yang lalu.
Banyak orang menduga-duga hubungan antara Kraton Ratu Boko dengan Candi Prambanan. Salah satunya adalah legenda dara ayu Loro Jonggrang yang menjalin hubungan kasih dengan Bandung Bondowoso. Raden Bandung, demikian tokoh ini sering disebut, berasal dari Kraton Ratu Boko. Sebagai putra mahkota, ia mengharapkan akan mempunyai permaisuri yang cantik. Pilihannya jatuh kepada kembang desa Prambanan bernama Loro Jonggrang. Namun, ternyata Loro Jonggrang menolak kesempatan ini. Alasannya, raja yang berkuasa di Kraton Ratu Boko, yaitu ayah Bandung Bondowoso, terkenal sangat jahat. Kabar-kabarnya senang membunuh manusia.
Loro Jonggrang mengajukan syarat dibuatkan candi dengan seribu patung dalam semalam. Permintaan ini merupakan siasat untuk menolak pinangan Raden Bandung Bondowoso. Tanpa dinyana Raden Bandung Bondowoso hampir berhasil meluluskan permintaan yang mustahil tersebut. Dengan bantuan jin, tuyul, bekrakan, dan segala jenis makhluk halus, ia berhasil menyelesaikan pembuatan candi dengan 999 arca. Tinggal satu arca saja.
Loro Jonggrang lalu melakukan muslihat dengan memukul lesung yang menyiratkan matahari sudah terbit. Akibatnya bala bantuan Raden Bandung Bondowoso yang berupa makhluk halus penghuni gelapnya malam ini lari terbirit-birit. Maklum saja, mereka sangat alergi terhadap terangnya sinar matahari. Pembuatan candi menjadi terhenti. Raden Bandung Bondowoso menjadi marah sekali. Untuk melampiaskan emosinya, ditenungnya Loro Jonggrang menjadi arca keseribu. Terwujudlah sudah permintaan Loro Jonggrang akan sebuah candi dengan seribu arca.
Cerita rakyat Loro Jonggrang dan Bandung Bondowoso ini ternyata juga mengandung data-data sejarah hubungan kepurbakalaan Kraton Ratu Boko dengan candi Prambanan. Hubungan ini tersingkap setelah Dr. J.C. De Casparis meneliti prasasti Siwagerha. Prasasti ini bercerita tentang raja muda bernama Dyah Lokapala. ia telah menang dan dinobatkan di istana Medang dengan nama Rakai Kayuwangi.
Menurut Boechari, yang menyerang Rakai Kayuwangi adalah Rakai Walaing Pu Kumbhayoni. Rakai Walaing ini kita kenal dari tujuh prasasti yang ditemukan di bukit Ratu Boko, yaitu satu dari desa Pereng, satu dari desa Dawangsari, tiga dari pendopo teras Kraton Ratu Boko, dan dua buah tidak diketahui asalnya. Semuanya bernahasa Sansekerta, dengan huruf Jawa kuno. Satu prasasti berangka tahun 773 Saka (856 Masehi), sedang prasasti Pereng berasal dari tahun 784 Saka (25 Januari 863 Masehi).
Rakai Walaing merasa lebih berhak atas tahta Mataram daripada Rakai Pikatan yang memerintah pada waktu itu. Ia adalah cicit dari adik rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sementara Rakai Pikatan hanyalah menantu raja. Maka dapatlah difahami mengapa Rakai Walaing berusaha untuk merebut kekuasaan. Rakai Pikatan inilah yang mendirikan Candi Prambanan.
Perang perebutan tahtapun terjadi antara Rakai Pikatan melawan Rakai Walaing yang berlangsung sampai satu tahun. Anak bungsu Rakai Pikatan bernama Rakai Kayuwangi / Dyah Lokapala sebagai pemimpin pasukan yang gagah berani berhasil memukul mundur Rakai Walaing. Ia mengungsi ke atas bukit Ratu Boko dan membuat benteng pertahanan disana. Di dalam prasasti Siwagerha tempat ini digambarkan sebagai tempat pengungsian berupa beratus-ratus batu. Karena strategisnya lokasi disana, Rakai Kayuwangi kesulitan untuk mengempurnya.
Rakai walaing sempat mendirikan berbagai bangunan untuk lingga bagi Siwa dalam berbagai aspeknya, sebagai upaya magis untuk memperoleh kemenangan. Ia juga membuat silsilah untuk menunjukkan bahwa ia berhak atas tahta kerajaan Mataram. Akhirnya, Rakai kayuwangi berhasil juga menggempur benteng pertahanan di bukit Ratu Boko ini. Prasasti yang memuat silsilah Rakai Walaing Pu Kumbhayoni itu sengaja dirusak untuk menghilangkan nama ayah, kakek, dan buyutnya. Setelah kalah Rakai Walaing kembali ke Sumatera, karena ibunya berasal dari sana, dan menjadi raja Sriwijaya.
Prasasti Pereng memperingati pendirian lingga, karena kemenangan Pu Kumbhayoni yang terjadi di daerah Walaing. Pendirian lingga itu biasanya dilakukan di tempat dimana kemenangan itu diraih. Rakai Walaing mendirikan lingga di dataran Ratu Boko. Maka bisa disimpulkan bahwa Walaing adalah nama dataran Ratu Boko pada jaman dulu.
Banyak orang menduga-duga hubungan antara Kraton Ratu Boko dengan Candi Prambanan. Salah satunya adalah legenda dara ayu Loro Jonggrang yang menjalin hubungan kasih dengan Bandung Bondowoso. Raden Bandung, demikian tokoh ini sering disebut, berasal dari Kraton Ratu Boko. Sebagai putra mahkota, ia mengharapkan akan mempunyai permaisuri yang cantik. Pilihannya jatuh kepada kembang desa Prambanan bernama Loro Jonggrang. Namun, ternyata Loro Jonggrang menolak kesempatan ini. Alasannya, raja yang berkuasa di Kraton Ratu Boko, yaitu ayah Bandung Bondowoso, terkenal sangat jahat. Kabar-kabarnya senang membunuh manusia.
Loro Jonggrang mengajukan syarat dibuatkan candi dengan seribu patung dalam semalam. Permintaan ini merupakan siasat untuk menolak pinangan Raden Bandung Bondowoso. Tanpa dinyana Raden Bandung Bondowoso hampir berhasil meluluskan permintaan yang mustahil tersebut. Dengan bantuan jin, tuyul, bekrakan, dan segala jenis makhluk halus, ia berhasil menyelesaikan pembuatan candi dengan 999 arca. Tinggal satu arca saja.
Loro Jonggrang lalu melakukan muslihat dengan memukul lesung yang menyiratkan matahari sudah terbit. Akibatnya bala bantuan Raden Bandung Bondowoso yang berupa makhluk halus penghuni gelapnya malam ini lari terbirit-birit. Maklum saja, mereka sangat alergi terhadap terangnya sinar matahari. Pembuatan candi menjadi terhenti. Raden Bandung Bondowoso menjadi marah sekali. Untuk melampiaskan emosinya, ditenungnya Loro Jonggrang menjadi arca keseribu. Terwujudlah sudah permintaan Loro Jonggrang akan sebuah candi dengan seribu arca.
Cerita rakyat Loro Jonggrang dan Bandung Bondowoso ini ternyata juga mengandung data-data sejarah hubungan kepurbakalaan Kraton Ratu Boko dengan candi Prambanan. Hubungan ini tersingkap setelah Dr. J.C. De Casparis meneliti prasasti Siwagerha. Prasasti ini bercerita tentang raja muda bernama Dyah Lokapala. ia telah menang dan dinobatkan di istana Medang dengan nama Rakai Kayuwangi.
Menurut Boechari, yang menyerang Rakai Kayuwangi adalah Rakai Walaing Pu Kumbhayoni. Rakai Walaing ini kita kenal dari tujuh prasasti yang ditemukan di bukit Ratu Boko, yaitu satu dari desa Pereng, satu dari desa Dawangsari, tiga dari pendopo teras Kraton Ratu Boko, dan dua buah tidak diketahui asalnya. Semuanya bernahasa Sansekerta, dengan huruf Jawa kuno. Satu prasasti berangka tahun 773 Saka (856 Masehi), sedang prasasti Pereng berasal dari tahun 784 Saka (25 Januari 863 Masehi).
Rakai Walaing merasa lebih berhak atas tahta Mataram daripada Rakai Pikatan yang memerintah pada waktu itu. Ia adalah cicit dari adik rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sementara Rakai Pikatan hanyalah menantu raja. Maka dapatlah difahami mengapa Rakai Walaing berusaha untuk merebut kekuasaan. Rakai Pikatan inilah yang mendirikan Candi Prambanan.
Perang perebutan tahtapun terjadi antara Rakai Pikatan melawan Rakai Walaing yang berlangsung sampai satu tahun. Anak bungsu Rakai Pikatan bernama Rakai Kayuwangi / Dyah Lokapala sebagai pemimpin pasukan yang gagah berani berhasil memukul mundur Rakai Walaing. Ia mengungsi ke atas bukit Ratu Boko dan membuat benteng pertahanan disana. Di dalam prasasti Siwagerha tempat ini digambarkan sebagai tempat pengungsian berupa beratus-ratus batu. Karena strategisnya lokasi disana, Rakai Kayuwangi kesulitan untuk mengempurnya.
Rakai walaing sempat mendirikan berbagai bangunan untuk lingga bagi Siwa dalam berbagai aspeknya, sebagai upaya magis untuk memperoleh kemenangan. Ia juga membuat silsilah untuk menunjukkan bahwa ia berhak atas tahta kerajaan Mataram. Akhirnya, Rakai kayuwangi berhasil juga menggempur benteng pertahanan di bukit Ratu Boko ini. Prasasti yang memuat silsilah Rakai Walaing Pu Kumbhayoni itu sengaja dirusak untuk menghilangkan nama ayah, kakek, dan buyutnya. Setelah kalah Rakai Walaing kembali ke Sumatera, karena ibunya berasal dari sana, dan menjadi raja Sriwijaya.
Prasasti Pereng memperingati pendirian lingga, karena kemenangan Pu Kumbhayoni yang terjadi di daerah Walaing. Pendirian lingga itu biasanya dilakukan di tempat dimana kemenangan itu diraih. Rakai Walaing mendirikan lingga di dataran Ratu Boko. Maka bisa disimpulkan bahwa Walaing adalah nama dataran Ratu Boko pada jaman dulu.
wah hebat, tapi lebih hebat lagi kalo ditambahi perangkat mengajar komplittttt.... !!!
BalasHapusWeleh-weleh kita tukeran perangkat saja pak sigit biar joss, bagaimana hayo ?
BalasHapuswahhh...kurang komplit!
BalasHapusWah ada set sejarah baru versi Pak Fahmi tuh berkaitan dengan Ratu Boko dan Borobudur. Gmn tanggapan Bapak-bapak neh...
BalasHapussumbernya dari mana om..kok jadi ngawur begitu..masa bandung bondowoso itu anak dari prabu boko...wah ngawur sekali tuh...hati2 om kalo posting, ini malah bisa merusak sejarah...
BalasHapus