"Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada saat itulah taman ini yang dinamakan Sriksetra dibuat dibawah pimpinan Sri Baginda Sri Jayanasa. Inilah niat Baginda : Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya ; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan ...."
Inilah sepenggal kalimat yang diabadikan dalam sebuah prasasti batu untuk memperingati pembangunan Taman Sriksetra atau "Taman Negara" oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pendiri Kerajaan Sriwijaya. Prasasti batu tersebut dikenal dengan nama Prasasti talang Tuo.
Salah satu tapak penting sejarah keberadaan Sriwijaya itu diketemukan oleh Residen Palembang L.C Westenenk pada tanggal 17 November 1920 di suatu daerah yang sekarang termasuk Desa Talang Tuo, Kecamatan Alang-Alang Lebar (sekitar 5 kilometer ke arah barat laut Palembang). Keadaan fisiknya masih baik, dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50 x 80 cm. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Lokasi tempat diketemukannya prasasti ditandai dengan sebuah "makam", yang dikenal penduduk sebagai makam Mbah Banua (mungkin berasal dari kata wanua yang dijumpai pada prasasti Kedukan Bukit yang berkisah tentang pendirian wanua Sriwijaya oleh Dapunta Hyang). "Makam" ini terletak pada bagian punggung sebuah talang (tanah yang tinggi). Di sekelilingnya terdapat lembah yang dialiri sungai-sungai kecil, dimana sungai-sungai ini bermuara di Sungai Musi, di kota Palembang.
Di seberang lembah juga terdapat tanah-tanah yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian serbuk sari tanaman oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas), dulunya di daerah ini terdapat tanaman buah-buahan dan tanaman sejenis palma, sebagaimana yang disebutkan dalam prasasti Talang Tuo, juga tanaman jenis bambu-bambuan yang batangnya dapat dimanfaatkan untuk membuat bangunan.
Salah satu tapak penting sejarah keberadaan Sriwijaya itu diketemukan oleh Residen Palembang L.C Westenenk pada tanggal 17 November 1920 di suatu daerah yang sekarang termasuk Desa Talang Tuo, Kecamatan Alang-Alang Lebar (sekitar 5 kilometer ke arah barat laut Palembang). Keadaan fisiknya masih baik, dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50 x 80 cm. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Lokasi tempat diketemukannya prasasti ditandai dengan sebuah "makam", yang dikenal penduduk sebagai makam Mbah Banua (mungkin berasal dari kata wanua yang dijumpai pada prasasti Kedukan Bukit yang berkisah tentang pendirian wanua Sriwijaya oleh Dapunta Hyang). "Makam" ini terletak pada bagian punggung sebuah talang (tanah yang tinggi). Di sekelilingnya terdapat lembah yang dialiri sungai-sungai kecil, dimana sungai-sungai ini bermuara di Sungai Musi, di kota Palembang.
Di seberang lembah juga terdapat tanah-tanah yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian serbuk sari tanaman oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas), dulunya di daerah ini terdapat tanaman buah-buahan dan tanaman sejenis palma, sebagaimana yang disebutkan dalam prasasti Talang Tuo, juga tanaman jenis bambu-bambuan yang batangnya dapat dimanfaatkan untuk membuat bangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar