Ketika Presiden RI mencanangkan gerakan menanam sejuta pohon, lebih dari 1300 tahun yang lalu Dapunta Hyang Sri Jayanasa (penguasa Kerajaan Sriwijaya) telah lebih dulu mencanangkan pembangunan taman. Sebuah taman yang tanaman buahnya dapat dimanfaatkan untuk semua makhluk hidup. Kalau sang Presiden RI mencanangkan Program Penanaman Sejuta Pohon sebagai akibat rusaknya lingkungan hidup (hutan), atau bisa jadi karena desakan dari dunia internasional, Dapunta Hyang Sri Jayanasa memerintahkan pembangunan taman semata-mata untuk kesejahteraan rakyatnya.
Kalau kita menoleh jauh ke belakang, ke masa ketika awal dibangunnya kota Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi, pembangunan Taman Sriksetra itu tentu tidak ada maksud lain selain menyejahterakan rakyatnya.
Kota Sriwijaya itu terletak di kota Palembang sekarang, pada sebuah dataran rendah yang dibelah sungai Musi. Taman Sriksetra terletak di dataran tinggi yang berbukit-bukit dan berlembah-lembah. Pada lembah-lembahnya mengalir beberapa anak sungai yang bermuara di sungai Musi, seperti Sungai Sekanak, Sungai Kedukan, dan Sungai Lambidaro.
Pada masa awal berdirinya kota Sriwijaya, tentunya sungai-sungai ini berair jernih dan dapat dimanfaatkan oleh penduduk kota sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi dengan dibangunnya bendungan di sekitar taman di daerah yang tinggi, tentunya dimanfaatkan sebagai tandon air ketika musim kemarau.
Taman Sriksetra dibangun agar rakyat sejahtera karena tidak kelaparan sebagaimana harapan yang tertulis dalam prasasti : "Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi berlebih (panennya)"
Harapan ini agaknya tidak hanya ditujukan kepada penduduk kota Sriwijaya, tetapi juga semua penduduk kerajaan. Mungkin saja penduduk dari luar kota Sriwijaya yang hendak ke kota singgah dulu di Taman Sriksetra.
Kunci dari keberhasilan seseorang pemimpin adalah menyejahterakan rakyatnya. Rakyat yang lapar dan tidak sejahtera tentu akan melakukan perbuatan yang melanggar tatanan masyarakat. Hal ini disadari betul oleh Dapunta Hyang, sebagaimana tersirat dan tersurat dalam Prasasti Talang Tuo.
"Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka bagi istri yang setia. Lebih-lebih lagi, dimana pun mereka berada, semoga di tempat itu tidak ada pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah."
Kalau kita menoleh jauh ke belakang, ke masa ketika awal dibangunnya kota Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi, pembangunan Taman Sriksetra itu tentu tidak ada maksud lain selain menyejahterakan rakyatnya.
Kota Sriwijaya itu terletak di kota Palembang sekarang, pada sebuah dataran rendah yang dibelah sungai Musi. Taman Sriksetra terletak di dataran tinggi yang berbukit-bukit dan berlembah-lembah. Pada lembah-lembahnya mengalir beberapa anak sungai yang bermuara di sungai Musi, seperti Sungai Sekanak, Sungai Kedukan, dan Sungai Lambidaro.
Pada masa awal berdirinya kota Sriwijaya, tentunya sungai-sungai ini berair jernih dan dapat dimanfaatkan oleh penduduk kota sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi dengan dibangunnya bendungan di sekitar taman di daerah yang tinggi, tentunya dimanfaatkan sebagai tandon air ketika musim kemarau.
Taman Sriksetra dibangun agar rakyat sejahtera karena tidak kelaparan sebagaimana harapan yang tertulis dalam prasasti : "Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi berlebih (panennya)"
Harapan ini agaknya tidak hanya ditujukan kepada penduduk kota Sriwijaya, tetapi juga semua penduduk kerajaan. Mungkin saja penduduk dari luar kota Sriwijaya yang hendak ke kota singgah dulu di Taman Sriksetra.
Kunci dari keberhasilan seseorang pemimpin adalah menyejahterakan rakyatnya. Rakyat yang lapar dan tidak sejahtera tentu akan melakukan perbuatan yang melanggar tatanan masyarakat. Hal ini disadari betul oleh Dapunta Hyang, sebagaimana tersirat dan tersurat dalam Prasasti Talang Tuo.
"Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka bagi istri yang setia. Lebih-lebih lagi, dimana pun mereka berada, semoga di tempat itu tidak ada pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah."
bagus pak Gun, sebetulnya seorang pemimpin yg begitu yg sgt dibutuhkan rakyat sekarang krn rakyat sekarang dlm posisi menjerit membutuhkan pertolongan, krn rakyat SDM blm maju dan habluminallohnya blm jg,jdnya ya cuma jeritan2 biasa(teriakan) tidak bisa smp (rasa) yang sejatinya rasa. joguwar
BalasHapus