Konon menurut cerita tutur atau legenda, disebutkan bahwa pembangunan Masjid Demak dikerjakan bersama oleh para Wali Songo hanya dalam waktu satu malam saja. Konstruksi bangunan atap didukung oleh empat tiang utama atau saka guru. Selanjutnya dikisahkan bahwa Sunan Kalijaga saat itu datang terlambat, sehingga tidak mempunyai waktu untuk membuat tiang utama sedang wali-wali yang sudah selesai dengan tugasnya masing-masing. Untuk mengejar ketinggalan tersebut dukumpulkanlah kayu-kayu tatal dan dengan mukjizat disusun dalam satu ikatan yang kuat dijadikan sebagai tiang utama maka selesailah bangunan masjid tepat pada waktunya. Selanjutnya Sunan kalijaga naik ke atas atap dan mengarahkan kiblat masjid tepat ke arah kiblat di Mekkah.
Pada pintu utama masjid terukir prasasti berbunyi "Naga Mulat Saliro Wani" yang bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Ukiran yang lain berupa makhluk semacam buaya dengan moncong yang runcing menggambarkan halilintar/bledeg yang berhasil ditangkap dan dipenjarakan di dalam masjid oleh Ki Ageng Sela, seorang tokoh legendaris yag kelak menurunkan raja-raja Mataram. Di bagian bawah pintu juga terukir jembangan bunga yang melambangkan perkawinan Prabu Kertapati raja Majapahit V dengan putri Campa. Mereka adalah orang tua Raden Patah, pendiri Kerajaan Islam Demak.
Pada Mighrab tertera candra sangkala berupa bulus yang mengartikan tahun pembuatan masjid dengan sebutan Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 Masehi sedang pada pintu utama bagian atas juga tertera angka tahun 1507, yaitu tanggal peresmian Masjid Agung oleh Sultan Trenggana, Maharaja Kesultanan Demak yang ketiga.
Peristiwa penting lain yang terjadi di Masjid Demak, yaitu pada tahun 1688 M dimana Sunan Amangkurat II dari Kerajaan Mataram Islam mengucapkan sumpah kesetiaan terhadap perjanjian dengan pihak Kompeni Belanda yang ditandatangani setelah kematian Kapten Tack di Kartasura. Masjid Demak yang dirintis pembangunannya oleh Raden Patah atas saran Sunan Bonang juga diakui oleh Sultan Amangkurat II sebagai pusaka negara yang tidak mungkin bisa dibawa ketempat pembuangannya di Srilanka. Sebagai lambang bahwa Kerajaan Demak adalah penerus dan pewaris Kerajaan Majapahit di dalam Masjid Demak bisa kita temukan lambang kerajaan "Surya Majapahit" berupa matahari dengan sinar kedelapan penjuru dunia. Di samping itu juga terdapat "Dampar Kencana" atau kursi tahta raja-raja Majapahit yang telah berubah fungsi menjadi mimbar untuk khotbah didalam Masjid. Masjid sebagai rumah Allah atapnya tersusun tiga yang memiliki arti Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah. Pada puncak atap terpasang mahkota yang pada ujungnya tertulis huruf Arab yang menyerukan kebesaran Allah.
Di depan Masjid terdapat serambi besar dengan komponen bangunan yang dibawa dari Kraton Majapahit sebagai bukti bahwa kekuasan di Jawa telah berpindah dari Jawa Timur ke Jawa Tengah. Apabila benar ceritera seperti yang disebut dalam legenda maka di dalam Masjid Demak juga terdapat makam Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang yang dulu dihukum mati oleh para Wali karena tidak mau menghentikan ajarannya yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
Pada Mighrab tertera candra sangkala berupa bulus yang mengartikan tahun pembuatan masjid dengan sebutan Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 Masehi sedang pada pintu utama bagian atas juga tertera angka tahun 1507, yaitu tanggal peresmian Masjid Agung oleh Sultan Trenggana, Maharaja Kesultanan Demak yang ketiga.
Peristiwa penting lain yang terjadi di Masjid Demak, yaitu pada tahun 1688 M dimana Sunan Amangkurat II dari Kerajaan Mataram Islam mengucapkan sumpah kesetiaan terhadap perjanjian dengan pihak Kompeni Belanda yang ditandatangani setelah kematian Kapten Tack di Kartasura. Masjid Demak yang dirintis pembangunannya oleh Raden Patah atas saran Sunan Bonang juga diakui oleh Sultan Amangkurat II sebagai pusaka negara yang tidak mungkin bisa dibawa ketempat pembuangannya di Srilanka. Sebagai lambang bahwa Kerajaan Demak adalah penerus dan pewaris Kerajaan Majapahit di dalam Masjid Demak bisa kita temukan lambang kerajaan "Surya Majapahit" berupa matahari dengan sinar kedelapan penjuru dunia. Di samping itu juga terdapat "Dampar Kencana" atau kursi tahta raja-raja Majapahit yang telah berubah fungsi menjadi mimbar untuk khotbah didalam Masjid. Masjid sebagai rumah Allah atapnya tersusun tiga yang memiliki arti Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah. Pada puncak atap terpasang mahkota yang pada ujungnya tertulis huruf Arab yang menyerukan kebesaran Allah.
Di depan Masjid terdapat serambi besar dengan komponen bangunan yang dibawa dari Kraton Majapahit sebagai bukti bahwa kekuasan di Jawa telah berpindah dari Jawa Timur ke Jawa Tengah. Apabila benar ceritera seperti yang disebut dalam legenda maka di dalam Masjid Demak juga terdapat makam Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang yang dulu dihukum mati oleh para Wali karena tidak mau menghentikan ajarannya yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar