Perhitungan Sultan Mahmud Badaruddin II bahwa Belanda akan datang menyerang terbukti. Setelah melalui penggarapan bangsawan dan orang Arab Palembang melalui pekerjaan spionase serta persiapan angkatan perang yang kuat, Belanda datang ke Palembang dengan kekuatan yang lebih besar. Tanggal 16 Mei 1821 armada Belanda sudah memasuki perairan Musi. Kontak senjata pertama terjadi pada tanggal 11 Juni 1821 hingga menghebatnya pertempuran pada 20 Juni 1821. Pada pertempuran 20 Juni ini, sekali lagi, Belanda mengalami kekalahan. Banyak prajuritnya yang terluka dan tewas, tetapi De Kock tidak memutuskan untuk kembali ke Batavia, melainkan mengatur strategi penyerangan.
Bulan Juni 1821 bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Hari Jum'at dan Minggu dimanfaatkan oleh kedua belah pihak bertikai untuk beribadah. De Kock memanfaatkan kesempatan ini. Ia memerintahkan pasukannya untuk tidak menyerang pada hari Jum'at dengan harapan Sultan Mahmud Badaruddin II juga tidak menyerang pada hari Minggu. Pada waktu dini hari Minggu 24 Juni 1821 ketika wong Palembang sedang makan sahur, Belanda secara tiba-tiba menyerang Palembang.
Serangan mendadak ini tentu saja melumpuhkan Palembang karena mengira di hari Minggu orang Belanda tidak menyerang. Setelah melalui perlawanan yang hebat, tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1821 berkibarlah bendera rod, wit, en blau di bastion Kuto Besak, maka resmilah Kolonialisme Belanda di Palembang.
Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, Sultan Mahmud Badaruddin beserta keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Dari Batavia Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarganya diasingkan ke Ternate sampai akhir hayatnya 26 September 1852.
Catatan sejarah dari dagregister jelas menceritakan perjalanan sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II dalam perjuangannya melawan Kolonialisme Barat. Perjuangan yang dimulai sejak sebelum naik tahta hingga dibuang ke Ternate seluruhnya terekam dalam dagregister, bahkan gambar sketsa tentang jalannya pertempuran sungai dan penangkapan Sultan Mahmud Badaruddin II.
Data sejarah itu sedemian lengkap tetapi mengapa kalah dengan penulisan sejarah tokoh-tokoh lain dari tanah Jawa seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Hanyokrokusumo, dan Sultan Ageng Tirtayasa ? Terserah para sejarawan-lah Sudah sepantasnya Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai Pahlawan Nasional namanya dipakai sebagai nama Bandara Internasional Palembang , dan gambarnya dicetak dalam mata uang RI Rupiah. (Disadur dari tulisan Bambang Budi Utomo)
Serangan mendadak ini tentu saja melumpuhkan Palembang karena mengira di hari Minggu orang Belanda tidak menyerang. Setelah melalui perlawanan yang hebat, tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1821 berkibarlah bendera rod, wit, en blau di bastion Kuto Besak, maka resmilah Kolonialisme Belanda di Palembang.
Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, Sultan Mahmud Badaruddin beserta keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Dari Batavia Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarganya diasingkan ke Ternate sampai akhir hayatnya 26 September 1852.
Catatan sejarah dari dagregister jelas menceritakan perjalanan sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II dalam perjuangannya melawan Kolonialisme Barat. Perjuangan yang dimulai sejak sebelum naik tahta hingga dibuang ke Ternate seluruhnya terekam dalam dagregister, bahkan gambar sketsa tentang jalannya pertempuran sungai dan penangkapan Sultan Mahmud Badaruddin II.
Data sejarah itu sedemian lengkap tetapi mengapa kalah dengan penulisan sejarah tokoh-tokoh lain dari tanah Jawa seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Hanyokrokusumo, dan Sultan Ageng Tirtayasa ? Terserah para sejarawan-lah Sudah sepantasnya Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai Pahlawan Nasional namanya dipakai sebagai nama Bandara Internasional Palembang , dan gambarnya dicetak dalam mata uang RI Rupiah. (Disadur dari tulisan Bambang Budi Utomo)