Mungkin telah banyak diketahui kata "Sekaten" berasal dari bahasa Arab Syahadatain, artinya dua kalimah syahadah. Yang dimaksud dua kalimah syahadah ini adalah kalimah Asyhadu alla illallah atau "saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah" dan kalimah Wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah yang artinya "saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah".
Sedang simbolisasi syahadatain ini adalah dua perangkat gamelan hasil karya Sunan Kalijaga yang digunakan untuk mengundang orang-orang agar bisa berkumpul. Kedua gamelan itu dulu dibunyikan setiap peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW di Masjid Demak. Dua perangkat gamelan tersebut diberi nama Kanjeng Kiai Nawawilaga dan Kanjeng Kiai Gunturmadu atau lebih dikenal dengan sebutan Nyai Sekati dan Kiai Sekati.
Sedang "Garebeg" berasal dari Bahasa Jawa kuno garebeg, artinya mengikuti atau ndherekake, yaitu mengikuti miyos dalem, diantaranya para Gusti Bandara Pangeran, abdidalem sipat Bupati, dan beberapa abdidalem yang bertugas.
Di Kasultanan Yogyakarta, perayaan Sekaten ditunjang dengan berlangsungnya pasar malam di Alun-Alun Utara. Dan menjelang puncak upacara Grebegan, di halaman Keben Kraton Yogyakarta banyak pedagang kakilima menjajakan nasi gurih, telur merah, penjual sirih, dan sering terlihat juga penjual pecut.
Dulu setiap berlangsungnya keramaian itu, para kerabat Dalem juga keluar Kraton ikut menyempatkan diri membeli nasi gurih, makan sirih, dan sebagainya.
Menurut kepercayaan yang sampai sekarang masih dilakukan, konon bila memakan daun sirih (nginang), baik laki-laki maupun perempuan akan awet muda.
Sebenarnya hal tersebut hanya simbolisasi. Makan sirih (nginang), kelengkapannya berbagai jenis tumbuhan. Di samping sirih, ada gambir dan injet (adonan kapur). Dengan membiasakan diri memakan daun sirih, dengan sendirinya gigi akan awet, tidak mudah rusak akibat terkena campuran batu kapur. Tempo dulu, bila seseorang sudah lanjut usia namun bentuk giginya masih utuh dan nampak putih bersih, pasti dikatakan awet muda. Lain halnya makna sebut pecut. Yang tertarik membeli pecut berbarengan perayaan Sekaten, sebagian para petani. Konon, bila seorang petani penggarap sawah (penggaru atau ngluku) menggunakan pecut untuk mencambuk kerbau atau sapi yang digunakan untuk menggarap sawah, hewan tersebut akan bertambah kekuatannya dan tidak mudah capai. Dengan demikian, waktu untuk bekerja di sawah dapat lebih lama dan mendapat hasil lebih, seperti yang diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar