Di empat bekas Kerajaan Islam, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Demak, dan Cirebon setiap tiga kali dalam setahun diadakan suatu kegiatan yang disebut Sekaten (Di Cirebon namanya Panjang Jimat). Pasar malam merupakan rangkaian dari perayaan Sekaten. Perayaan Sekaten sendiri akan diawali dengan ditempatkannya dua perangkat Gamelan di halaman Masjid Gede untuk kemudian dibunyikan setiap hari. Puncaknya, pada 12 Maulud puncak upacara Garebeg Sekaten, yakni kelaurnya Hajad Dalem berupa Gunungan untuk diperebutkan di halaman Masjid Gede.
Sebenarnya, Garebeg sudah diselenggarakan sejak jaman Kerajaan Islam Demak. Dilestarikan keberadaannya pada jaman Mataram di bawah kekuasaan Panembahan Senopati, sampai era pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Sampai saat ini, Garebeg dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yakni setiap awal bulan Syawal, tanggal 10 bulan Besar (Idul Adha) dan tanggal 12 bulan Maulud (bertepatan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Karena itu Garebeg Maulud pelenggaraannya agak berbeda. Sebelumnya diramaikan dengan perayaan Sekaten.
Berbicara soal Upacara Garebeg Maulud, tidak bisa lepas dari Sunan Kalijaga. Karena upacara tradisional ini merupakan prakarsa beliau. Atas prakarsa Sunan Kalijaga dulu setiap tahun bertepatan dengan peringatan Maulud, di halaman Masjid Demak diselenggarakan Tabligh Akbar oleh para Wali. Tabligh ini berkaitan dengan peringatan maulud Nabi besar Muhammad SAW. Kegiatan tersebut sekaligus diperuntukkan musyawarah para Wali.
Dalam kegiatan tersebut, di salah satu sudut halaman Masjid ditempatkan seperangkat Gamelan hasil karya Sunan Kalijaga. Sedang dibagian lain, dihias dengan dekorasi menarik seperti layaknya orang berpesa atau seperti Pasar malam. Orang yang ingin menyaksikan perayaan tersebut harus lewat sebuah Gapura (pintu gerbang) yang dikatakan sebagai pintu pengampunan. Seperti diuangkapkan Umar Hasyim dalam bukunya "Sunan Kalijaga", kata Gapura berasal dari bahasa Arab Ghofuro, artinya memberi ampun. Orang yang melewati pintu gerbang hendaknya membaca kalimah Syahadat, artinya sudah masuk agama Islam.
Setelah serambi dan halaman Masjid dipadati pengunjung, upacara dimulai dengan diperdengarkan bunyi Gamelan, diiringi irama gending-gending dakwah. pada kesempatan ini para Wali mulai memberikan dakwah perihal kebenaran Agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar