Kamis, 26 Maret 2009

BUNG KARNO KEMBALI SEBAGAI PRESIDEN RIS

Berita itu cepat beredar ke segenap penjuru Jakarta : Bung Karno akan tiba kembali di Jakarta. Hari itu, 29 Desember 1949, berpuluh ribu rakyat memenuhi jalan-jalan antara lapangan terbang Kemayoran dan Istana Merdeka. Ia meninggalkan Yogyakarta, ibukota perjuangan RI. Di sana ia telah angkat sumpah jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS).
Letkol Soeharto, Komandan Wehrkreisse III (Zona perang yang meliputi Yogyakarta dan sekitarnya) mengantar Presiden Soekarno, Ibu Fatmawati, dan anak-anak ke Lapangan Terbang Maguwo (sekarang Adisucipto). Siapa yang dapat meramalkan bahwa 18 tahun kemudian Soeharto akan menggantikan Soekarno sebagai Presiden ?
Sebuah pesawat Dakota DC-3 yang baru saja di cat putih dengan sebutan Garuda Indonesia Airways (GIA) mengangkut Presiden Soekarno sekeluarga dan rombongan (antara lain Ki hajar Dewantoro) menuju Jakarta. Nama perusahaan penerbangan itu, usaha patungan antara Belanda - Indonesia, diberikan oleh Bung Karno.
Empat tahun lamanya Bung karno telah meninggalkan Jakarta. Pada awal 1946, pimpinan RI yang baru berumur beberapa bulan itu memutuskan untuk memindahkan ibukota Ke Yogyakarta karena Jakarta dianggap tidak aman lagi. Hampir setiap hari terjadi insiden tembak menembak antara prajurit-prajurit tentara kolonial Belanda yang ikut mendarat bersama pasukan Inggris sebagai tentara pendudukan dengan para pemuda pejuang.
Pada suatu malam di awal Januari 1946, rangkaian kereta api khusus diparkir di belakang Pegangsaan Timur 56 (sekarang jalan Proklamasi), kediaman Ir. Soekarno sekeluarga. Kemudian Presiden, Wakil Presiden, dan keluarga masing-masing serta beberapa menteri lainnya secara menyusup naik kereta api. Lampu dipadamkan. Kereta api khusus itu selamat melewati pos militer Belanda di Bekasi.
Pada hari itu, 29 Desember 1949, Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara RIS kembali ke Jakarta yang dinyatakan sebagai ibukota negara federasi yang segera mendapat pengakuan dari negara-negara Asia, Eropa, dan Amerika Serikat serta Australia. Suatu kombinasi yang tepat antara perjuangan gerilya dan diplomasi telah memaksa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia merdeka.
Bung Karno sadar, ia merupakan simbol dari kemenangan itu. Intuisinya tajam tentang cara memaksimalkan efek penampilannya di depan rakyat Jakarta yang sudah bertahun-tahun tidak dijumpainya. Pakaian stelan Sharkskin putih dengan peci hitam yang kontras, lambaian tangannya dengan senyum bahagianya tambah membangkitkan respon massa. Teriakan "Merdeka" dan "Bung Karno" memenuhi udara saat ia lewat dengan mobil tanpa kap.
Di sampingnya berdiri Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX dengan seragam TNI dan tanda pangkat Letnan Jendral. Mungkin tanpa sengaja, penampilan "Bung Sultan" seakan-akan ingin mengingatkan rakyat Jakarta bahwa peranan TNI ikut menentukan sehingga Bung Karno akhirnya berhasil kembali ke Jakarta sebagai Kepala Negara yang diakui dunia internasional.
Entah berapa jama waktu yang diperlukan antara lapangan terbang Kemayoran dan istana sampai rombongan Presiden Soekarno tiba. Bahwa tidak ada insiden serius terjadi, sungguh luar biasa. Rakyat Jakarta tampaknya senang diatur oleh polisi militer dan polisi mobil brigade yang baru seminggu masuk Jakarta.
Setibanya Bung Karno di Istana Merdeka, tanpa menunggu lama, ia segera berpidato. Suaranya yang memiliki efek khas terdengar menggeledek. Ia rakyat supaya mendekat memasuki halaman istana. Istana yang bertahun-tahun dianggap "angker" karena dijaga militer Belanda, pada saat itu bebas dimasuki rakyat biasa. Tidak mengherankan kalau ada yang seperti "kesurupan" dihipnotis oleh penampilan dan suara Bung Karno.
Malam itu Jakarta seperti diliputi suasana pesta. Di berbagai pelosok Ibukota para tetangga tampak berkumpul dan topik pembicaraan hanya satu "Bung
Karno telah kembali ...." ( Dari tulisan Sabam Siagian, Kompas )

1 komentar: