Rezim militer Soeharto yang berkuasa dengan senjata selama 32 tahun membakukan Peristiwa G30S sebagai bentuk pengkhianatan PKI dengan melakukan kudeta. Angkatan Darat yang dipimpin oleh Mayor Jendral Soeharto berhasil menggagalkannya. Menyelamatkan bangsa dan negara. Marxisme-Leninisme dan Komunisme kemudian diharamkan di Indonesia.
Pemahaman demikian berubah menjadi indoktrinasi dan ditanamkan sejak bangku sekolah hingga perguruan tinggi. Di tempat bekerja diselenggarakan program P4. Di luar jalur ini di cap subversi. Maka, seorang mahasiswa di Yogyakarta diganjar hukuman tujuh tahun hanya karena menjual buku karya Pramoedya Ananta Toer.
Namun, sejarah yang disebut sebagai bukti kesaktian Pancasila itu tidak menjelaskan Proklamator dan pencetus Pancasila, Bung Karno, yang dipreteli kekuasaannya dan dikenai status tahanan rumah. Status yang melekat hingga akhir hayatnya.
Peristiwa G 30 S menurut Orde Baru adalah rangkaian kekejian PKI. Sebaliknya, penyiksaan dan pembantaian massal terhadap lebih kurang satu juta rakyat Indonesia yang dituduh anggota dan simpatisan PKI dan organisasinya dilarang diungkapkan.
Kematian mereka tidak perlu diingat, apalagi dipersoalkan. Demi mempertahankan "Pancasila", khususnya sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mereka layak dibantai. Rumah, lahan, dan harta benda mereka dirampas. Istri atau anak-anaknya layak diperkosa. Puluhan ribu orang ditahan dan disiksa selama bertahun-tahun tanpa proses hukum.
Tidak cukup hanya itu saja, hingga sekarang anak dan cucu eks tahanan politik kehilangan haknya sebagai warga negara, termasuk dalam memperoleh pekerjaan di lingkungan pegawai negeri, polisi maupun TNI.
Sejarah G 30 S yang "didongengkan" rezim diktator Soeharto bukan konflik antar faksi dalam tubuh Angkatan darat. Keterlibatan "oknum" militer hanya karena "dipengaruhi" PKI. Termasuk prajurit yang menembak mati para Jendral-nya.
Sebaliknya, sebagai tentara pejuang, Angkatan darat telah menunjukkan prestasinya menumpas PKI, pengkhianat bangsa. Bukti kesetiaan tentara menjaga dan menyelamatkan keutuhan bangsa dan negara. Soal pemberontakan PRRI/Permesta yang dimotori oleh para perwira militer, itu dianggap angin lalu.
Peristiwa G 30 S PKI menjadi sumber legitimasi militer menguasai pemerintahan. Sipil yang selama ini hanya melahirkan perpecahan dan gontok-gontokan menjadi warga negara kelas kambing. Dwifungsi ABRI kemudian disebut sebagai tuntutan sejarah, yang harus dilaksanakan secara konsekuen.
Maka, mutasi nasional dilakukan di segala lapisan dan sektor. Militer memegang jabatan mulai dari Lurah hingga Presiden, manajer Koperasi Unit Desa (KUD) hingga direktur utama BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Seorang sersan dianggap lebih tepat memimpin KUD ketimbang sarjana ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar