Prosesi bersejarah yang telah ditunggu lebih dari 300 tahun tersebut memang berjalan sangat singkat. Tak ada protokol atau korps musik. Bahkan tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara.
Namun yang lebih ironis, naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang masih berupa konsep tulisan tangan Bung Karno ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh pemerintah. Naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan bernama Boerhanoedin Moehammad Diah yang menemukan draft Proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik.
Pada tanggal 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari. Tidak hanya itu, Iwan Satyanegara dan banyak sumber di internet juga mengisahkan mengenai Bendera Pusaka Sang Merah Putih. Warna putih bendera pusaka itu berasal dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto. Meski demikian, kebenaran kabar ini juga belum terungkap.
Hal menarik juga terjadi setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta, tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan kota tempat Bung Karno dan Bung Hatta berjuang, nama Soekarno-Hatta baru diabadikan sebagai nama sebuah obyek pada tahun 1985, ketika sebuah bandara diresmikan dengan memakai nama mereka. Bahkan, hingga memasuki tahun milenium, 2000, di Jakarta tidak terdapat satu pun nama jalan Soekarno-Hatta.
Yang lebih ironis, gelar Proklamator untuk Bung Karno dan Bung Hatta, hanyalah gelar lisan yang diberikan rakyat Indonesia kepadanya selama 41 tahun sebab, baru 1986 Pemerintah memberikan gelar Proklamator secara resmi kepada mereka. (A. Rizky D. Polii)
Namun yang lebih ironis, naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang masih berupa konsep tulisan tangan Bung Karno ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh pemerintah. Naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan bernama Boerhanoedin Moehammad Diah yang menemukan draft Proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik.
Pada tanggal 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari. Tidak hanya itu, Iwan Satyanegara dan banyak sumber di internet juga mengisahkan mengenai Bendera Pusaka Sang Merah Putih. Warna putih bendera pusaka itu berasal dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto. Meski demikian, kebenaran kabar ini juga belum terungkap.
Hal menarik juga terjadi setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta, tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan kota tempat Bung Karno dan Bung Hatta berjuang, nama Soekarno-Hatta baru diabadikan sebagai nama sebuah obyek pada tahun 1985, ketika sebuah bandara diresmikan dengan memakai nama mereka. Bahkan, hingga memasuki tahun milenium, 2000, di Jakarta tidak terdapat satu pun nama jalan Soekarno-Hatta.
Yang lebih ironis, gelar Proklamator untuk Bung Karno dan Bung Hatta, hanyalah gelar lisan yang diberikan rakyat Indonesia kepadanya selama 41 tahun sebab, baru 1986 Pemerintah memberikan gelar Proklamator secara resmi kepada mereka. (A. Rizky D. Polii)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar