Sabtu, 17 April 2010

PERJUANGAN AWAL, PARA WALI DI JAWA (1)

Hendaknya engkau ajak orang ke jalan Tuhanmu dengan Hikmah (Kebijaksanaan) dengan petunjuk-petunjuk yang baik (ramah-tamah) serta ajaklah mereka berdialog (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya ( Qur'an Surat An Nahl : 125 ).
Penulisan sejarah tentang sejak kapan masuknya agama Islam di Pulau Jawa sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan. Para ahli sejarah Indonesia masih senang menggali sumber sejarah tanah air sendiri dari sumber-sumber ahli sejarah bangsa asing, walaupun semakin banyak data sejarah di dalam negeri yang patut untuk dicek validitasnya menjadi fakta sejarah yang otentik. Namun kemauan dan keberanian untuk mengolah data, serta banyak faktor lainnya yang merupakan hambatan psikologis dan sikap tradisional yang masih lekat, menghambat kemampuan penulisan sejarah masuknya agama Islam di Indonesia, atau di Pulau Jawa pada khususnya.
Salah satu buku pegangan resmi bagi para mahasiswa Indonesia adalah "Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia", ditulis oleh Dr. R. Soekmono, yang telah dicetak ulang sampai edisi ke-10 (1994) sejak edisi pertamanya pada tahun 1993. Pada buku jilid 3, bagian II, Jaman Madya Indonesia, kapan masuknya Islam di Indonesia terdapat sebuah batu bersurat dalam bahasa dan huruf Arab di Leran (dekat Gresik, Jawa Timur) yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah Binti Maimun. Dan penulisan sejarah Islam selanjutnya dikutip dari keterangan nyata yang dikutip dari Marcopolo dari Venesia, Italia.
Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia susunan Dr. Prijohutmo yang dulu dipakai sebagai buku pegangan pengajaran sejarah di SLA dan Perguruan Tinggi sebelum tahun 1965 pun banyak dikritik tidak menggunakan metoda penulisan sejarah yang baik. Apalagi tulisan Dr. C.C. Berg, Penulisan Sejarah Jawa yang menggunakan dasar penelitiannya menggunakan buku-buku lainnya yang ada tentang masuknya Islam di Jawa, kebanyakan merupakan buku kisah atau riwayat, yang walaupun mencantumkan angka-angka tahun dan sumber kutipan dari kitab-kitab peninggalan para tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa, belumlah berani menyatakan data tersebut sebagai bukti catatan sejarah yang resmi karena tidak memenuhi kriteria ilmiah dan melalui metoda penelitian yang berani dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Walaupun demikian, pengetahuan sejara Islam di Jawa dari kisah, riwayat, dan kitab-kitab para tokoh-tokoh penyebar Islam di Jawa yang ada kiranya patut untuk diketahui oleh umat Islam Indonesia masa kini. Sebagai suatu pengetahuan yang kiranya masih ada gunanya untuk pendidikan bagi putera-puteri kita, agar mengenal bagaimana perjuangan para penyebar agama Islam yang pertama di Jawa, terutama bagaimana pelaksanaan ajaran demokrasi Islam, musyawarah dan mufakat, kebijaksanaan, bertukar pikiran dan ramah tamah sesungguhnya sudah dipraktekkan oleh tokoh jaman dahulu (sebagaimana tercantum dalam Qur'an Nur Karim, Surat An Nahl ayat 125 seperti dikutipkan pada awal makalah ini.
Ibnul Bathuthah seorang utusan Sultan Delhi (India) dalam perjalanan perdagangannya dari India ke Tiongkok, dan singgah di kerajaan Samudra (1345 M) menyusun catatan berlayarnya yang kemudian dinamakan Kitab Kanzul Ulum, yang kemudian dilanjutkan oleh oleh Syeh Maulana Al Maghribi, menyatakan bahwa banyak para pedagang-pedagang dari Majapahit yang datang ke kerajaan Samudra, dan di Gresik dan Tuban banyak pula dikunjungi oleh para pedagang Islam dari India dan Samudra (yang kemudian pindah ke Pasai). Bahkan salah seorang istri raja Majapahit adalah putri Islam dari Aceh (putri Cempa) dan permaisurinya adalah puteri Cina.
Kerajaan Majapahit bersikap penuh toleransi terhadap Islam. Hal itu terbukti pula dari banyaknya makam-makam Islam di ibukota Majaphit, yakni di Desa Tralaya, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Batu-batu nisan tersebut berangka tahun 1369 M, yaitu masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Dan menjelang runtuhnya kerajaan Majapahit pada abad ke-15 Masehi, daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa sudah masuk Islam semuanya, dengan pusat-pusatnya di Jepara, Tuban, dan Gresik, dibawah pemerintahan para Adipati yang masih tunduk kepada Pemerintah Pusat di Majapahit.
Kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah mencatat bahwa para Wali Sanga yang terkenal di Jawa terbagi dalam 3 (tiga) tahapan kewalian, yaitu :
  1. Wali Sanga tahap pertama, bersidang pada tahun 1404 Masehi
  2. Wali Sanga tahap kedua, bersidang pada tahun 1436 Masehi
  3. Wali Sanga tahap ketiga, bersidang pada tahun 1463 Masehi
Dan menurut K.H. Dahlan Abdul Qohar, pada tahun 1466 Masehi para Wali Sanga itu bersidang lagi (Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, MA, tanpa tahun : 11).
Zaman kewalian Wali Sanga sendiri dibagi dalam 5 (lima) periode, yang sambung menyambung dengan perubahan, penambahan, penggantian personil para walinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar