Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan atau sering disebut dengan Perang Kemerdekaan ( 1945 - 1949 ), bangsa Indonesia memakai dua strategi dalam menghadapi usaha Belanda yang hendak menguasai Indonesia, yaitu lewat perjuangan bersenjata dan diplomasi. Perjuangan bersenjata tokoh utamanya adalah Jendral Soedirman sedangkan perjuangan diplomasi tokohnya adalah Mr. Soetan Syahrir.
Kedua cara perjuangan ini dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI terbukti sangat efektif dan saling mengisi. Memang dalam perjalanannya kedua cara perjuangan tersebut kadang-kadang berhadapan dalam perbedaan yang tajam bahkan ekstrim. Sebagai contoh adalah saat terjadinya Agresi Militer Belanda II tanggal 19 desember 1945 di kota Yogyakarta terjadilah perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Jendral Soedirman dan Presiden Soekarno. Jendral Soedirman menginginkan Presiden Soekarno mengungsi / turut bergerilya bersama TNI melawan Belanda tetapi Presiden Soekarno dan jajaran pemerintahannya tidak mau dan memilih untuk menyerah terhadap Belanda yang menduduki kota Yogyakarta. Presiden berpendapat, jika dirinya ikut bergerilya bersama TNI maka ia akan dianggap sebagai "Kombatan" sehingga Belanda boleh saja membunuhnya di medan perang walau dia adalah Presiden. Sedangkan jika menyerah kepada Belanda maka Presiden akan dilindungi oleh UU Perang artinya Belanda tidak dapat membunuh Presiden dan jajaran pemerintahan RI secara sewenang-wenang karena mereka kedudukannya adalah sebagai tahanan politik. Sementara kelompok militer menganggap tindakan Presiden tersebut sebagai tindakan yang menunjukkan kelemahan pimpinan RI. Contoh lain adalah terjadinya perbedaan yang tajam paska Perundingan Renville tahun 1948. Salah satu poin hasil perundingan Diplomasi Renville adalah perintah kepada TNI untuk mundur ke daerah-daerah yang dikuasai oleh RI. Sementara daerah dimana TNI masih berada akan diserahkan kepada Belanda. Timbul masalah karena pasukan TNI yang berada di tempat tersebut ternyata kedudukannya kuat bahkan Belanda sangat kewalahan menghadapinya. Contoh dari hal ini terjadi di Jawa Barat. Pasukan TNI yang masih berada di Jawa barat termasuk Divisi yang disegani belanda, yaitu Siliwangi diperintahkan untuk mundur ke Jawa Tengah / Yogyakarta yang masih merupakan daerah RI. Pasukan TNI dengan berat hati memenuhi perintah dari Pemerintah walaupun dengan berat hati. Divisi Siliwangi bahkan melakukan Long March yang legendaris ke Jawa Tengah sebagai wujud taat kepada perintah Pemerintah. Tetapi ada unsur TNI yang tidak patuh terhadap perintah tersebut dan menganggap perintah tersebut tidak harus ditaati karena menunjukkan kelemahan dalam perjuangan melawan Belanda. Unsur TNI dari kelompok laskar ini bahkan kemudian melakukan pemberontakan bersenjata dan tidak mengakui Pemerintah RI yang sah serta mendirikan negara tersendiri. Kasus Pemberontakan DI/TII yang berusaha untuk mendirikan negara tersendiri ,yaitu Negara islam Indonesia dengan pimpinannya S.M. Kartosoewirjo adalah contoh dari hal tersebut. Walaupun pemberontakan tersebut nantinya berhasil diatasi tetapi ini menunjukkan adanya perbedaan dalam menyikapi masalah antara kelompok perjuangan bersenjata dan diplomasi.
Walaupun dalam kenyataan kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat yang tajam, perjuangan bersenjata dan perjuangan diplomasi saling bahu membahu dalam usahanya untuk menegakkan kedaulatan negara RI hasil Proklamasi 17 Agustus 1945. Dengan kata lain tidak dapat dikatakan bahwa hanya salah satu cara perjuangan tersebut yang paling berjasa, semuanya sangat berjasa. Hasil perjuangan bersenjata dan diplomasi adalah diakuinya Indonesia sebagai negara yang berdaulat sejajar dengan negara-negara lainnya. Dibawah ini adalah uraian singkat mengenai perjuangan bersenjata dan perjuangan diplomasi dalam rangka menegakkan kemerdekaan Indonesia.1. Perjuangan Bersenjata
Diawali dengan usaha merebut senjata lalu meningkat kepada pengambilalihan kekuasaan sipil dan militer Jepang paska kekalahannya terhadap Sekutu tanggal 15 Agustus 1945. Contoh dari peristiwa tersebut adalah :
a. Di Banyumas, Jawa Tengah bulan September 1945 para pejuang Indonesia yang dipimpin
oleh Kolonel Soedirman melucuti senjata tentara Jepang tanpa pertumpahan darah.
b. Di Surabaya, Jawa Timur tanggal 2 September 1945 para pejuang Indonesia berhasil
menguasai Markas Besar tentara Jepang dan melucuti senjata mereka.
c. Di Yogyakarta tanggal 7 Oktober 1945 Jepang menyerah kepada
rakyat dalam Pertempuran di Kotabaru sehingga senjata mereka
dapat dilucuti.
Ketegangan RI - Jepang semakin meningkat ketika pada tanggal 10 September 1945 Panglima Tentara Jepang di Indonesia memberi pengumuman bahwa Indonesia akan diserahkan kepada Sekutu bukan kepada Pemerintah RI.
Bulan september 1945 Tentara Sekutu sebagai pihak pemenang Perang Dunia II mulai berdatangan ke Indonesia dengan misi utama menerima kekuasaan dari Tentara Jepang, melucuti Tentara Jepang dan mengembalikan mereka ke negaranya, membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu, menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang Jepang, dan menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil. Urutan kedatangan mereka adalah sebagai berikut :
a. Tanggal 8 September 1945, tujuh perwira Sekutu dibawah pimpinan Mayor A.G. Greenhalgh
mendarat di Jakarta dengan tujuan mempelajari dan melaporkan keadaan Indonesia
menjelang kedatangan Sekutu ke Indonesia. Mereka dikirim oleh SEAC ( South East Asian
Command ) yang bermarkas di Singapura.
b. Tanggal 16 September 1945, Laksamana madya W.R. Patterson dan wakil Panglima SEAC
Lord Louis Mounbatten mendarat di Jakarta. Ikut serta dalam rombongan ini Van Der Plas,
wakil kepala NICA.
c. Tanggal 24 Agustus 1945 terjadi "Civil Affairs Agreement" antara Belanda - Inggris yang
menyatakan bahwa Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama Belanda yang
kemudian akan diserahkan kepada Belanda.
d. Tanggal 29 September 1945, Pasukan Sekutu mendarat di Indonesia dengan nama AFNEI yang
dipimpin oleh Jendral Sir Philip Christison
Kedatangan Sekutu pada awalnya disambut dengan baik oleh Pemerintah dan rakyat RI tetapi setelah diketahui bahwa mereka diboncengi oleh Belanda maka keadaan berubah menjadi sikap bermusuhan. Melihat kenyataan bahwa tugasnya di Indonesia tidak akan mungkin tanpa bantuan Pemerintah RI berhasil maka pimpinan Sekutu Jendral Sir Philip Christison kemudian mengakui RI secara de Facto
Jadi dalam mempertahankan kemerdekaan, RI kemudian berhadapan dengan Jepang, Sekutu, dan Belanda. Insiden pertempuran yang terjadi antara RI dengan ketiga pihak tersebut adalah :
1. Insiden bendera di Hotel Yamato, Surabaya tanggal 19 September 1945 antara Indonesia dengan Belanda yang dipicu oleh penaikan bendera Belanda di Hotel tersebut oleh sekelompok orang Belanda
2. Pertempuran Lima Hari di semarang tanggal 15-20 Oktober antara Indonesia melawan Jepang yang dipicu oleh kesalah pahaman antara Indonesia - Jepang
3. Pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945 antara Indonesia melawan Sekutu yang dipicu oleh kematian pimpinan Sekutu Brigjen Mallaby yang berlanjut dengan ultimatum Sekutu kepada para Pemuda Indonesia untuk menyerah tanpa syarat. Ultimatun tidak diindahkan sehingga pecah pertempuran dahsyat yang sekarang diperingati sebagai "Hari Pahlawan" tiap tanggal 10 November
4. Pertempuran Ambarawa tanggal 21 November 1945 antara Indonesia melawan Sekutu yang dipicu oleh pembebasan secara sepihak yang dilakukan NICA Belanda terhadap interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa.
5. Pertempuran Medan Area tanggal 10 Desember 1945 antara Indonesia melawan Sekutu yang
dipicu oleh pendaratan NICA Belanda dan Sekutu di Medan, Sumatera Utara.
6. Pertempuran Bandung Lautan Api tanggal 23 Maret 1946 yang dipicu oleh tuntutan Sekutu supaya rakyat Bandung menyerahkan senjata yang mereka peroleh dari Jepang.
7. Pertempuran Puputan Margarana, Bali tanggal 29 November 1946 antara pasukan Indonesia yang dipimpin oleh Letkol I Gusti Ngurah rai melawan Belanda dengan pemicu adalah penolakan I Gusti Ngurah Rai untuk mendirikan negara Indonesia Timur
8. Pertempuran teluk Cirebon, Jawa Barat tanggal 5 Januari 1947 antara Indonesia melawan
Belanda
9. Pertempuran 5 hari 5 malam di palembang, Sumatera selatan tanggal 1 Januari 1947 antara
Indonesia melawan belanda
10. Pertempuran Karawang - Bekasi tanggal 19 Desember 1947 antara Indonesia melawan
Belanda
11. Pertempuran Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta antara Indonesia melawan belanda. Serangan Umum 1 Maret 1949 mempunyai tujuan yang sangat strategis, yaitu :
a. Ke dalam
1. Mendukung perjuangan diplomasi
2. menumbuhkan semangat perjuangan rakyat
b. ke luar
1. menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk
mengadakan penyerangan
2. mematahkan moral pasukan Belanda.
Berkat Serangan umum 1 Maret 1949 Belanda didesak oleh PBB / dunia internasional untuk
mengakhiri pendudukannya di Indonesia ( Bersambung )