Pada bagian tengah nisan tertulis dua karakter Tionghoa berbunyi Ming dan Jia. Pada batu peringatan di sebelah nisan tersebut barulah tertulis riwayat orang yang dikuburkan dalam bahasa Belanda bertarikh (1619-1640) : " Kapitein So Beng Koen " atau kerap disebut Sobengkong.
So Beng Koen adalah Kapitein Tionghoa pertama di Batavia sekaligus perintis perekonomian pada awal abad ke-17. Tian Li Tang, aktivis paguyuban Kota Tua Jakarta, menjelaskan, Beng Koen adalah tokoh yang diandalkan gubernur jendral pertama Jan Pieter Zoon Coen, saat gagal membuka Batavia sebagai pusat perdagangan.
Jan Pieter Zoon Coen dengan berbagai cara berhasil mendorong Beng Koen pindah ke Batavia dari Banten. Kalau Beng Koen dan 400 orang Tionghoa tidak pindah, bisa dipastikan ekonomi Batavia tidak bisa berkembang," katanya.
Pada nisan berbahasa Belanda tertulis sekilas riwayat Beng Koen yang disebut sebagai handelaar (pedagang).
Adolf Heuken dalam Historical of Jakarta menulis "Beng Koen adalah pimpinan komunitas Tionghoa di Jakarta. Dia memiliki kedudukan sejajar dengan para Kapitein lainnya seperti dari suku Bugis, Bali, Makassar, India, dan Mardijkers, dan kelompok etnis lain yang mengembangkan kota Batavia. Hubungan antar etnis demikian erat dan tercatat Beng Koen memiliki dua istri wanita Bali yang memberinya dua putra".
Heuken mencatat, Beng Koen mencetak uang tembaga, saudagar kapal, kontraktor, pedagang, dan juga memegang lisensi penyelenggaraan judi di Batavia.
Beng Koen adalah sobat dari Jan Pieter Zoon Coen dan sering berperan sebagai diplomat dalam hubungan antara Belanda dan pihak Banten-Inggris. Dia juga mengembangkan perdagangan antara Formosa (Taiwan) dengan Batavia pada masa akhir Dinasti Ming.
Rai Pranata, aktivis Kota Tua Jakarta, menjelaskan, keturunan So Beng Koen akan membangun perkumpulan dan merevitalisasi kawasan makam. Wilayah itu pada abad ke-17 adalah taman dari kediaman Beng Koen. Apakah situs ini akan menjadi ikon Jakarta seperti nama Kapten Yap Ah Loy, kapten Tionghoa pertama di Malaysia - menjadi salah satu simbol Kuala Lumpur ? Entahlah waktu yang akan menentukan (Iwan Santosa)