Kraton Mataram yang dimaksud disini adalah Kraton Mataram Baru (Mataram Islam), bukan Kraton Mataram Lama (Mataram Hindu). Pertumbuhan dan perkembangan Kraton Mataram sampai sekarang ini masih meninggalkan berbagai misteri. Yang paling "misterius" pertama-tama mengenai ramalan Sunan Giri bahwa di tlatah Mataram kelak akan lahir raja besar.
Ramalan Sunan Giri itu sendiri diucapkan kala Kraton Mataram belum "lahir" melainkan baru sebatas tanah perdikan yang dihadiahkan oleh Sultan Hadiwijoyo (Sultan Pajang) kepada Ki Gede Pamanahan dan Ki Panjawi dapat membinasakan Arya Penangsang. Ki Panjawi mendapat daerah Pati, Jawa Tengah sedangkan Ki Gede Pamanahan mendapat hadiah Tanah Mentaok (Mataram).
Lepas dari kemisteriusan ramalan Sunan Giri, memang pada akhirnya Kasultanan Pajang runtuh bersamaan dengan berdirinya Kraton Mataram. Menurut catatan sejarah, Kraton Mataram berdiri tahun 1577 dengan pusatnya di Kotagede. Raja Mataram pertama adalah Raden Mas Danang Sutowijoyo (Panembahan Senopati). Panembahan Senopati adalah putra Ki Gede Pamanahan).
Selama memerintah Mataram yang berpusat di Kotagede, Panembahan Senopati membangun tempat-tempat khusus untuk mengendalikan roda-roda pemerintahan. Mulai dari Benteng Istana, tempat peribadatan (Masjid) dan pusat keramaian kota (Pasar). Hubungan antara Raja dengan rakyat bisa dikatakan harmonis, terbukti sampai sekarang tempat-tempat yang dibangun masa itu tetap ada dan bisa terlacak. Dalam tradisi kerajaan-kerajaan Jawa, salah satu penanda keharmonisan raja dengan rakyat bisa dilihat dari jejak dan bekas kerajaan yang ditinggalkan.
Bekas peninggalan Kraton Mataram yang berpusat di Kotagede yang sampai sekarang masih bisa dilihat adalah : Masjid, Istana, Makam Hastarenggo, Batu Gilang, dan Batu Gateng. Benteng pertahanan dan pasar. Masjid dan Istana Kraton terletak di satu komplek. Makam Hastarenggo, berdekatan dengan tempat Batu Gilang dan Batu Gateng. Beteng pertahanan meliputi sekitar wilayah sekeliling istana. Beteng tersebut sekarang sudah tidak utuh lagi, hanya sebagian saja yang masih nampak bekas-bekasnya. Sedangkan pasar hingga sekarang masih berfungsi sebagai tempat kegiatan ekonomi. Pasar tersebut sampai sekarang dinamai Pasar Kotagede.
Menurut cerita, Batu Gilang konon merupakan batu yang digunakan untuk membenturkan kepala Ki Ageng Mangir (putra menantu Panembahan Senopati). Pada saat itu Ki Ageng Mangir mengadakan pemberontakan terhadap Kraton Mataram. Untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir, Panembahan Senopati mempergunakan cara halus, yakni dengan cara "memikat" Ki Ageng Mangir melalui putrinya, Pembayun. Ki Ageng Mangir memang terpikat oleh kecantikan Pembayun dan berniat mengawininya. Pada saat Ki Ageng Mangir sowan kehadapan Panembahan Senopati itulah, Kepala Ki Ageng Mangir dibenturkan ke Batu Gilang. Jenazah Ki Ageng Mangir dimakamkan di Kotagede, separoh tubuh di dalam kompleks istana (sebagai menantu) separoh tubuh lainnya di luar kompleks istana (sebagai musuh atau pemberontak Mataram)
Sedangkan Batu Gateng, konon merupakan alat permainan Raden Ronggo (putra Panembahan Senopati) yang terkenal sakti Mandraguna. Masih menurut cerita, Raden Ronggo merupakan putra Panembahan Senopati dengan Nyi Roro Kidul. Maka tidak mengherankan jika kesaktian Raden Ronggo melebihi orang kebanyakan. Kisah hubungan Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul diceritakan dalam buku Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senopati (Dr. H.J. De Graaf, 1987, Jakarta : Pustaka Grafitipers).
Sewaktu Panembahan Senopati pergi ke Lipura bersama lima orang pengikutnya, ia tidur diatas batu berwarna indah. Ketika itu Ki Juru Mertani menyusul dan mendapatkan Panembahan Senopati sedang tertidur. Oleh Ki Juru Mertani dibangunkanlah Panembahan senopati, untuk segera melakukan sesuatu sesuai dengan "wisik" yang diterimanya saat tidur. Ki Juru Mertani pergi ke Gunung Merapi, sedang Panembahan Senopati pergi ke Laut Selatan. Di sinilah kemudian terjadi pertemuan antara Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul. Banyak hal didapat Panembahan Senopati dari Ratu Kidul tentang bagaimana mengelola sebuah kerajaan. Ratu Kidul pun berjanji untuk selalu menjaga dan melindungi Kraton Mataram. Imbalannya Panembahan Senopati dan anak turunnya "harus" memperistri Ratu Kidul.
Sejak saat itulah Panembahan Senopati berkuasa di Kraton Mataram dengan tambahan "ilmu" dari Ratu Kidul. Diyakini pula bahwa hingga sekarang Kraton Mataram (sebelum maupun sesudah pecah) selalu berada dalam perlindungan Ratu Kidul. Panembahan Senopati bertahta di Kraton Mataram selama 24 tahun. Panembahan Senopati wafat tahun 1601. Kraton Mataram kemudian dikuasai Panembahan Krapyak dan Sultan Agung Hanyokrokusumo.