Arti dari itu semua adalah bahwa wacana (discourse) tentang nasionalisme populer muncul dari kalangan pemuda dan menjadi pendorong berdirinya negara Indonesia. Wacana itu muncul dari pengalaman konkret para pemuda dari berbagai kelompok maupun kelas sosial yang bersama-sama menghimpun kekuatan untuk mengusir kekuatan fasis dan imperialis dari wilayah yang kemudian mereka namakan bangsa Indonesia.
Dalam bukunya, Java in a Time of Revolution : Occupation and Resistence, 1944-1946, terbitan Cornell University Press. 1972, maupun dari edisi Indonesianya, Revolusi Pemuda Terbitan Sinar Harapan, 1988, Ben Anderson menguraikan bahwa "Organisasi-organisasi Pemuda yang terbentuk di masa pendudukan adalah hasil dari situasi krisis. Lembaga ini bukanlah sebuah jejak untuk menapaki karier atau bagian dari siklus kehidupan. Organisasi-organisasi itu diciptakan bagi satu momen sejarah ke depan, yaitu sejarah terbentuknya sebuah bangsa".
Pengalaman mereka di dalam organisasi-organisasi tersebut memungkinkan para pemua membangun rasa solidaritas, rasa persaudaraan, serta kekuatan massa diantara mereka sendiri yang dalam kenyataannya berasal dari berbagai daerah, kelompok budaya, agama maupun kelas sosial. Pentingnya kelompok-kelompok ini terletak bukan pada pengaruhnya terhadap pemerintahan pendudukan, melainkan pada identitas-identitas politik yang mereka ciptakan, yang menjadi sangat berarti setelah berakhirnya perang itu.
Bahkan menurut Ben Anderson, gerakan bawah tanah yang dijalankan para pemuda paling tepat dilihat sebagai kerangka pemikiran ketimbang sebagai organisasi atau bahkan kelompok-kelompok. Ia mencerminkan kemauan yang tumbuh di pihak pemuda metropolitan untuk menganggap diri sebagai pemikir pikiran-pikiran berbahaya. Jika seseorang merasa terhina oleh penderitaan yang dialami sebagian besar penduduk, oleh kelaparan yang merajalela, oleh perilaku menjijikkan aparat pemerintah dalam menyusun daftar penduduk yang akan dijadikan Romusha dan menjalankan setoran wajib beras bagi Jepang, seseorang itu sudah dapat dianggap berada dalam gerakan bawah tanah.
Rasa solidaitas dan persatuan terbangun untuk bukan saja menghadapi kekuatan asing di Tanah Air mereka, tetapi juga untuk sebuah cita-cita akan negeri yang baru, yang merdeka dan bebas dari segala bentuk penindasan. Barangkali benar pernyataan Soekarno bahwa "Di tangan pemudalah terletak masa depan bangsa Indonesia". (BI PURWANTARI)